PROPOSAL STUDI PERIKANAN TANGKAP PAYANG LEMURU DI
PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PRIGI TRENGGALEK JAWA TIMUR
Oleh : RIZKHA AYUDYA YULIASARI K2C 009 039
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS
DIPONEGORO SEMARANG 2011
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jawa Timur merupakan propinsi di Indonesia
yang kawasan lautnya hampir empat kali luas daratan, dengan 74 pulau kecil
dengan garis pantai sepanjang 1.600 km. Produksi perikanan laut Jawa Timur pada
tahun 2007 sebesar 796.640 ton per tahun atau 16,19 % dari total produksi
perikanan laut Indonesia sebesar 4.942.430 ton. Hal tersebut menunjukkan bahwa
sumbangan perikanan laut Jawa Timur cukup besar bagi total produksi perikanan
laut Indonesia (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2008). Kabupaten Trenggalek
merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang terletak di bagian
selatan dari wilayah Propinsi Jawa Timur pada koordinat 111ο 24’ – 112ο 11’ BT
dan 70ο 63’ – 80ο 34’ LS. Di Kabupaten Trenggalek ini terdapat PPN Prigi.
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi adalah unit pelaksana teknis bidang
pelabuhan perikanan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktur
Jendral Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan. Pelabuhan
perikanan ini bertugas melaksanakan fasilitasi produksi dan pemasaran hasil
perikanan di wilayahnya, pengawasan pemanafaatan sumberdaya untuk pelestarian
dan kegiatan kelancaran kapal perikanan serta pelayanan kesyahbandaran di
pelabuhan perikanan. 1.2. Perumusan Masalah Alat tangkap Payang merupakan alat
tangkap yang dioperasikan di permukaan peraiaran. Konstruksi alat tangkap
tersebut hampir mirip dengan lampara, tetapi tidak menggunakan otter board.
Pengoperasian Payang dilakukan pada permukaan perairan. Payang mempunyai tingkat
selektifitas yang rendah disebabkan penggunaan mesh size yang kecil, sehingga
dapat menangkap ikan-ikan kecil seperti Teri sampai ikan yang berukuran lebih
besar seperti Tongkol dan sebagainya. Alat tangkap Payang di PPN Prigi banyak
dioperasikan dengan kapal-kapal berukuran kurang dari 30 GT dengan jumlah trip
yang umumnya one day fishing. Payang secara ekonomis termasuk alat tangkap yang
menguntungkan karena menghasilkan tangkapan ikan yang bernilai ekonomis tinggi
seperti Teri Nasi dan juga dapat untuk menangkap ikan-ikan besar semacam
Tongkol, Tenggiri dan sebagainya. Pengoperasiannya dimulai dengan penurunan
atau penebaran jaring (setting), immersing, kemudian dilanjutkan dengan
penarikan jaring (hauling), hingga akhirnya ikan terkumpul dan kemudian jaring
diangkat. Selanjutnya ikan akan diambil dan dimasukkan ke dalam palka.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Alat Tangkap Payang
2.1.1. Pengertian alat tangkap payang
Payang adalah pukat kantong yang digunakan
untuk menangkap gerombolan ikan permukaan (pelagic fish) dimana kedua sayapnya
berguna untuk menakut-nakuti atau mengejutkan serta menggiring ikan supaya
masuk ke dalam kantong. Payang juga dapat diartikan sebagai alat tangkap yang
mempunyai kantong dan bersifat aktif untuk mengejar gerombolan ikan (Anonim,
1975). Operasi penangkapan Payang dilakukan dengan menggunakan alat bantu
rumpon, dimana ikan-ikan yang ada pada rumpon digiring masuk ke dalam kantong,
walaupun dalam operasi penangkapannya tidak selalu menggunakan rumpon. Alat
tangkap ini banyak digunakan di perairan Indonesia, di Sulawesi Selatan alat
tangkap ini banyak digunakan di perairan Selat Makasar, terutama di Teluk
Mandar (Sudirman dan Mallawa, 2004).
2.1.2. Klasifikasi alat tangkap payang
Menurut Subani dan Barus (1989), banyak tipe
ataupun klasifikasi dari Payang yang terdapat di Indonesia. Dapat dikatakan
tiap daerah mempunyai bentuk sendiri-sendiri. Berikut ini beberapa contoh dari
payang di seluruh Indonesia : 1. Payang adalah istilah yang umum dikenal.
Bentuk payang ini banyak dipakai oleh nelayan pantai utara Jawa dan Lampung; 2.
Payang Uras, salah satu jenis payang yang menggunakan lampu sebagai alat bantu
waktu penangkapan, banyak digunakan di Selat Bali untuk menangkap ikan lemuru;
3. Jala Oras adalah jenis payang yang dikhususkan untuk menangkap ikan
Julung-julung (Henu rumphus spp) terdapat di daerah Sumbawa dan Manggarai
(Flores Timur); 4. Pukat Banting Aceh adalah tipe payang yang mempunyai dua
kantong. Dalam operasionalnya penangkapan menggunakan alat bantu yang disebut
Unjan, Tausan dan Leret; 5. Pukat Tengah adalah tipe payang yang banyak
terdapat di Sumatera Barat yang dalam penangkapannya menggunakan rabo (rumpon)
yang berbentuk sedikit berbeda dibanding rumpon-rumpon di Jawa maupun daerah
lain; 6. Jala Lompo adalah tipe payang yang banyak digunakan di daerah
Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. Dalam operasi penangkapannya menggunakan
alat bantu rompong (rumpon).
2.1.3. Konstruksi alat tangkap payang
Menurut Subani dan Barus (1989), Payang
kantong lingkar yang secara garis besar terdiri dari bagian kantong, badan,
sayap namun ada juga yang membagi hanya menjadi dua yaitu kantong dan sayap.
Bagian kantong umumnya terdiri dari bagian-bagian kecil yang tiap bagian
mempunyai nama sendiri-sendiri, namun nama-nama bagian tersebut berbeda-beda
tiap daerah. Payang mempunyai panjang keseluruhan 150 – 300 meter, yang terdiri
dari bagian kantong, tampahan, dan kaki. Bahan pokok untuk pembuatan adalah
pinti (Coryphya lamk), sebagai bahan badan jaring secara keseluhan, tali ijuk
untuk ris bawah (foot rope), tali rotan untuk selambar depan dan tali bambu
untuk talen-tendak (Mulyono, 1986). Menurut Badan Standardisasi Nasional
(2005), Payang mempunyai bagian-bagian yang terdiri dari : 1. Sayap / kaki
jaring (wing) Bagian jaring yang terpanjang dan terletak di ujung depan dari
pukat kantong payang. Sayap jaring terdiri dari sayap atas (upper wing) dan
sayap bawah (lower wing). 2. Medan jaring bawah (bosoom) Bagian jaring yang
terletak di bawah mulut jaring yang menjorok ke depan. Medan jaring bawah
merupakan selisih antara panjang sayap atas dengan panjang sayap bawah. 3.
Badan jaring (body) Bagian jaring yang terletak di antara bagian kantong dan
bagian sayap jaring. 4. Kantong jaring (cod end) Bagian jaring yang tependek
dan terletak di ujung belakang dari pukat kantong jaring. 5. Tali temali a)
Tali ris atas (head rope) Tali yang berfungsi untuk menggantungkan dan
menghubungkan kedua sayap jaring bagian atas melaui mulut jaring bagian atas.
b) Tali ris bawah (ground rope) Tali yang berfungsi untuk menghubungkan kedua
sayap jaring bagian bawah melalui bagian bosoom jaring. c) Tali selambar (warp
rope) Tali yang berfungsi sebagai tali penarik (towing) pukat kantong payang ke
atas geladak. 6. Pemberat dan pelampung Pada bagian sayap diberikan pelampung
yang berfungsi untuk memberikan daya apung, sedangkan supaya sayap tersebut
terentang dalam air maka diberikan pemberat. Menurut Mulyono (1986), cara
operasi Payang mula-mula dengan melemparkan selambar depan yang biasanya
terbuat dari rotan yang dipilin, kemudian kapal bergerak melingkar sambil
menjatuhkan bagian-bagian alat tangkap Payang lainnya sampai bertemu dengan
tali selambar yang dilemparkan pertama kali, lalu payang mulai ditarik dari
kedua arah sayapnya. Untuk menjaga terlepasnya tali ris atas dan bawah
diusahakan antara satu dan lainnya berimpit sehingga diharapkan dapat
memperkecil kemungkinan lolosnya ikan, setelah itu penarikan payang dipercepat
sehingga kantong naik ke atas kapal.
2.1.5. Ukuran mata jaring (Mesh size)
Menurut Ayodhyoa (1981), satu mata jaring di
bentuk oleh empat simpul. Mata jaring akan terbuka secara maksimum jika pada
keempat simpul ini bekerja gaya-gaya yang sama besarnya, dua gaya pada arah
horizontal yang berlawanan arah dan dua gaya pada arah vertikal yang berlawanan
arah pula. Baik arah dan besar dari gaya-gaya ini haruslah selalu berada dalam
keadaan seimbang sedemikian sehingga biarpun keadaan perairan berubah-ubah,
mata jaring tetap terbuka maksimum. Pada kenyataan tidaklah mudah untuk
mendapatkan hal yang demikian.
2.1.6. Hasil tangkapan payang
Menurut Sudirman dan Mallawa (2004),
jenis-jenis ikan yang tertangkap dengan alat tangkap Payang adalah Layang
(Decapterus sp), Tongkol (Euthynnus sp), Selar (Caranx sp), Kembung
(Rastralliger sp), Sunglir (Elagatis sp), Bawal Hitam (Formio sp). Jadi pada
umumnya yang tertangkap adalah ikan-ikan yang senang berada di daerah rumpon.
Ikan Layang merupakan hasil tangkapan yang dominan. 2.2. Daerah Penangkapan
Ikan Menurut Nasocha (2000), daerah penangkapan ikan adalah suatu daerah
perairan dimana ikan yang menjadi sasaran penangkapan diharapkan dapat
tertangkap secara maksimal tetapi dalam batas kelestarian sumberdaya perikanan.
Kriteria daerah penangakapannya yaitu perairan tersebut harus memiliki
lingkungan yang cocok untuk hidup ikan yang menjadi ikan sasaran, perairan itu
mempunyai kandungan makanan yang cocok bagi ikan yang menjadi ikan sasaran,
perairan tersebut merupakan tempat pembiakan atau pemijahan yang cocok bagi
ikan sasaran. Nasocha (2000), daerah penangkapan ikan yang baik harus memenuhi
beberapa syarat, antara lain: 1. Jumlah populasi ikan yang menjadi sasaran
penangkapan cukup besar; 2. Alat tangkap yang digunakan mudah dioperasikan di
daerah penangkapan tersebut tanpa adanya gangguan (contoh tonggak bekas bagan
tancap, adanya bangkai kapal, atau daerah lalu lintas kapal); dan 3. Hasil
tangkapan yang diperoleh jika dijual dapat menutup semua biaya operasi yang
telah dikeluarkan. Menurut Nasocha (2000), beberapa keadaan yang umumnya
disukai oleh ikan dan hewan laut lainnya yaitu: 1. Daerah yang keadaan faktor
fisikanya optimum yang menyebabkan spesies ikan dapat beradaptasi karena
fluktuasi yang terjadi di daerah tersebut relatif kecil. Daerah yang merupakan
pertemuan dan puncak up welling yang merupakan kombinasi thermoklin dari
perairan yang dangkal dan kisaran temperaturnya bagi spesies ikan yang
merupakan faktor pembatas pada daerah yang sempit. 2. Daerah yang dekat dengan
bangunan-bangunan yang ada di dasar laut seperti terumbu karang, daerah topografi
yang menghasilkan campuran antara lapisan air atas dan lapisan air di bawahnya
dan organisme yang di bawahnya merupakan makanan ikan. Beberapa lokasi yang
merupakan daerah yang baik untuk fishing ground karena merupakan daerah yang
spesifik bagi ikan guna menempelkan telur-telurnya seperti dekat rumput laut,
bangunan-bangunan atau kapal karam yang ada di dasar laut. Daerah pengoperasian
Payang menurut Mulyono (1986), untuk Payang pinggir dengan mesin sekitar 30 –
40 HP, operasi biasanya dilaksanakan pada perairan sejauh 5 – 20 Mil Laut,
sedangkan untuk Payang Agung atau Besar operasinya dilaksanakan 20 – 80 Mil
Laut. Daerah penangkapan Payang ini pada perairan yang tidak terlalu jauh dari
pantai atau daerah subur yang tidak terdapat karang. Menurut JICA (1975),
mengungkapkan bahwa pada umumnya berdasarkan kondisi lingkungan, maka faktor
berikut harus disukai ikan sehingga pada akhirnya ikan-ikan tersebut akan
berkumpul pada daerah penangkapan tersebut: 1. Daerah tersebut harus memiliki
kondisi fisik lingkungan yang optimal bagi ikan dan perubahan terhadap kondisi
fisik ini tidak terjadi secara mencolok; 2. Fishing ground biasanya ditemukan
pada daerah up welling dimana terdapat pada saat itu masa air dari dasar yang
kaya akan garam-garam mineral akan naik ke zona eufotik sehingga fitoplankton
dengan proses fotosintesis, menghasilkan sumber makanan yang melimpah bagi
organisme; 3. Fishing ground juga ditemukan pada zona frontal dimana kekuatan
up welling yang lemah menaikkan lapisan termoklin ke daerah yang lebih tinggi
sehingga lapisan termoklin berada di lapisan yang lebih dangkal; 4. Migrasi
ikan mengikuti masa air atau arus, dimana mereka menemukan suhu yang sesuai
pada suatu waktu dari tahun ke tahun akan cenderung mengumpul pada zona frontal
dimana terdapat pertemuan antara dua arus, misalnya arus oyashio dan kurashio;
5. Beberapa lokasi merupakan fishing ground yang baik karena daerah tersebut
memiliki karakteristik yang sesuai dan disukai oleh ikan untuk meletakkan
telur-telurnya. Menurut Ayodhyoa (1981), daerah penangkapan yang baik harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Arus laut tidak terlalu kuat; 2. Dasar
perairan terdiri dari lumpur atau pasir, tidak terdapat benda yang dapat
menyangkut pada jaring saat dilakukan operasi penangkapan; 3. Dasar perairan
datar, tidak terdapat perbedaan kedalaman perairan yang mencolok.
2.3. Musim Penangkapan
Menurut Nasocha (2000), operasi penangkapan
ikan dari satu jenis alat tangkap tidak bisa sepanjang tahun dilaksanakan
dengan menguntungkan. Karena hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu : 1. Musim ikan, ikan mempunyai musim tangkapan pada bulan-bulan tertentu
dan tidak bisa sepanjang tahun di satu daerah penangkapan ikan (fishing
ground); 2. Arus, angin, pergerakan angin sangat diperlukan oleh tumbuhan dan
binatang. Dari pergerakan ini, terbawa mineral pokok, O2, serta sumber makanan.
Angin (musim) juga berpengaruh pada usaha penangkapan ikan; 3. Gelombang laut,
besarnya gelombang tergantung pada kekuatan angin dan jarak yang ditempuh
gelombang. Gelombang berfungsi untuk membantu bercampurnya air dan udara
sehingga penuh O2; 4. Kondisi dalam air, arus laut perlu diperhatikan dalam
suatu sistem penangkapan karena kehidupan ikan dipengaruhi oleh keadaan laut.
Karakteristik perairan dan iklim Laut Jawa dipengaruhi langsung oleh perubahan
angin muson dan aliran massa air dari Laut Flores, Selat Makasar, dan Laut Cina
Selatan. Selain itu, pengenceran oleh massa air dari daratan Kalimantan (run
off) ke perairan Laut Jawa bagian utara (Selatan Kalimantan) terjadi, terutama,
pada musim hujan (musim barat). Saat angin muson timur bertiup (Maret –
Agustus), massa air bersalinitas tinggi (lebih dari 34‰) juga masuk dari Laut
Cina Selatan dan mendorong massa air bersalinitas tinggi ke bagian timur Laut
Jawa (Veen, 1953; Wyrtki, 1961). Fluktuasi suhu permukaan relatif kecil dengan
suhu rata-rata antara 27 – 290C, tetapi secara horizontal sebaran suhu
permukaan air laut berubah menurut musim. Pada saat terjadinya muson timur,
suhu permukaan menjadi lebih dingin akibat masuknya massa air laut dalam
(salinitas lebih tinggi) ke Laut Jawa. Sementara pada muson barat, suhu
permukaan Laut Jawa relatif lebih panas. Pengaruh curah hujan pada suhu air
laut terlihat sangat nyata di pantai (Potier, 1998). Menurut Potier (1998),
stok ikan pelagis sangat peka terhadap perubahan lingkungan, terutama
penyebaran salinitas secara spasial yang dibangkitkan oleh angin muson. Pada
tahun basah, saat curah hujan diatas normal (musim barat), penetrasi jenis ikan
oseanik ke Laut Jawa berkurang akibat pengurangan massa air oseanik di bagian
timur Laut Jawa. Terdapat korelasi positif antara hasil tangkapan dengan
salinitas permukaan, tetapi korelasi ini menunjukkan negatif dengan curah
hujan. Secara spasial, ikan pelagis tersebar ke arah timur dengan konsentrasi
kelimpahan terdapat di Laut Jawa bagian timur, variabilitas beberapa jenis ikan
berasosiasi dengan perubahan salinitas, sedangkan kelompok coastal (ikan yang
menyebar di dekat pantai) dan Juwana berasosiasi dengan perubahan suhu.
2.4. Alat Bantu Penangkapan Ikan
Menurut Nasocha (2000), penentuan daerah
penangkapan dari jenis ikan tertentu bukan hal yang mudah sehingga diperlukan
alat bantu sebagai penunjang dalam menentukan daerah penangkapan. Sementara
itu, tujuan dari survey penentuan daerah penangkapan ikan itu sendiri adalah
untuk memberikan data tentang daerah penangkapan potensial termasuk di dalamnya
data jumlah atau kuantitas dan kualitas ikan yang ada, karakteristik ikannya,
kesulitan-kesulitan dalam usaha penangkapan dan jalan keluarnya. Oleh karena
itu, diperlukan alat bantu untuk menentukan daerah penangkapan ikan. Alat bantu
tersebut dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu: 1. Alat bantu dari alam Kondisi
alam yang dapat dijadikan sebagai pilihan dalam menentukan daerah penangkapan
yaitu: a. Adanya burung-burung laut yang menukik dan menyambar ke permukaan
laut, jika terdapat sekelompok ikan di suatu perairan, maka akan berdatangan
burung-burung laut yang berusaha menangkap ikan; b. Adanya buih-buih atau riak
air di permukaan laut sebagai akibat dari ikan yang jumlahnya banyak dan
bergerak ke permukaan perairan dari lapisan perairan di bawahnya untuk
mengambil oksigen. 2. Alat bantu buatan Ada beberapa peralatan buatan yang
dapat digunakan sebagai alat bantu dalam menentukan daerah penangkapan ikan
yaitu: a. Rumpon Fungsi dari rumpon adalah membantu untuk mengumpulkan ikan
pada suatu titik perairan tertentu untuk kemudian dilakukan operasi
penangkapan. b. Lampu Lampu berguna untuk menarik perhatian ikan-ikan yang
mencari makanannya yaitu plankton-plankton yang senang terhadap rangsangan
cahaya. Jenis lampu yang biasa digunakan adalah lampu petromak dan lampu
listrik. c. GPS GPS merupakan alat bantu untuk menentukan posisi si pengguna.
GPS digunakan untuk mencari fishing ground dan untuk pencarian rumpon yang
telah terpasang. d. Fish Finder Fish Finder adalah alat bantu yang digunakan
untuk mengetahui kedalaman perairan dan mengetahui gerombolan ikan.
III. MATERI DAN METODE
3.1. Materi
Materi yang digunakan dalam praktek kerja lapangan
ini adalah sebagai berikut: Tabel 1. Alat yang digunakan dalam PKL No Nama alat
dan bahan Kegunaan Ketelitian 1. Unit alat tangkap Payang Menangkap ikan 2.
Penggaris Mengukur panjang ikan 1 mm 3. Timbangan Mengukur berat ikan 1 gram 4.
Meteran Jahit Mengukur panjang alat tangkap 1 cm 5. Kamera Dokumentasi 6.
Kuisioner Pencatat hasil wawancara 7. Life Jacket Keselamatan di laut 8. Alat
tulis Mencatat hasil praktek 9. Stopwatch Menghitung waktu 0,1 detik 10. Jangka
sorong Mengukur pelampung, pemberat, besar mata jaring dan diameter tali pada
alat tangkap 0,01 mm
3.2. Metode
Metode Praktek Kerja Lapangan menggunakan
metode survey yang bersifat deskriptif dan pengamatan secara langsung di
lapangan serta melakukan pengumpulan data dengan memusatkan perhatian pada
suatu kasus secara intensif dan mendetail sehingga didapatkan gambaran secara
menyeluruh sebagai hasil dari pengumpulan data dan analisis data dalam jangka
waktu tertentu dan terbatas pada daerah tertentu (Nazir, 1983).
3.2.1. Metode pengumpulan data Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan ini adalah :
3.2.1.1. Metode observasi Menurut Nasution
(2003), observasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kelakuan manusia
dalam kenyataan. Mengadakan observasi menurut kenyataan, melukiskannya dengan
kata-kata secara cermat dan tepat apa yang diamati, mencatatnya dan kemudian
mengolahnya dalam rangka masalah yang diteliti secara ilmiah
3.2.1.2. Metode wawancara Wawancara merupakan
suatu proses interaksi dan komunikasi dengan cara bertanya langsung kepada
responden untuk mendapatkan informasi. Hasil wawancara ditentukan oleh beberapa
responden yang berinteraksi langsung dengan pewawancara dengan menggunakan
daftar pertanyaan (kuisioner).
3.2.1.3. Metode studi pustaka Studi pustaka
adalah penelitian yang dilakukan berdasarkan atas karya tulis, termasuk hasil
penelitian baik yang telah maupun belum dipublikasikan. Metode tersebut dapat
digunakan untuk mencari data-data sekunder sebagai data pendukung dari data
primer yang didapatkan dari lapangan.
3.2.1.4. Metode dokumentasi Menjelaskan dan
mengadakan penelitian yang bersumber pada tulisan atau bentuk gambar yaitu
metode dokumentasi. Metode ini bersifat sekunder dan dilaksanakan oleh si
peneliti dengan menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah,
dokumen, buletin dan sebagainya (Natsir, 1983).
3.3. Data-data yang diperlukan
3.3.1. Data primer
Data primer yang diambil dalam Praktek Kerja
Lapangan ini antara lain : 1. Penentuan daerah penangkapan ikan (fishing
ground); 2. Persiapan kegiatan penangkapan ikan; 3. Pengoperasian alat tangkap
Payang; 4. Sarana penangkapan yaitu spesifikasi alat tangkap serta jenis kapal
/ perahu yang digunakan dalam operasi penangkapan. 5. Jumlah dan komposisi
setiap jenis ikan dari hasil tangkapan alat tangkap Payang 3.3.2. Data sekunder
Data sekunder yang diambil dalam Praktek Kerja Lapangan ini antara lain: 1.
Jumlah kapal, jumlah nelayan dan jumlah alat tangkap di PPN Prigi; 2. Jumlah
hasil tangkapan alat tangkap payang yang dipakai nelayan di PPN Prigi; 3. Peta
pesisir dan wilayah pantai selatan Jawa Timur; 4. Potensi dan tingkat
pemanfaatan perikanan tangkap; 5. Informasi-informasi lain.
DAFTAR PUSTAKA
Ayodhyoa, AU. 1981. Metode Penangkapan Ikan.
Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Badan Standardisasi Nasional. 2005. Bentuk
Baku Konstruksi Pukat Kantong Payang Berbadan Jaring Pendek. Badan
Standardisasi Nasional, Jakarta.
Japan International Coorporation Agency. 1975.
Fishing Technique. JICA. Tokyo.
Mulyono. 1986. Alat-alat Penangkapan Ikan Buku
I: Macam-macam Pancing, Perangkap, Jaring Angkat. Dinas Perikanan Daerah
Tingkat I Jawa Tengah, Semarang.
Nakamura. 1994. Tuna Distribution and
Migration. Fishing New Book Ltd. England Nontji, Anugerah. 1993. Laut
Nusantara. Djambatan, Jakarta.
Nasocha, Yusuf. 2000. Daerah Penangkapan Ikan.
Fakultas Peternakan, Jurusan Perikanan, Universitas Diponegoro. Semarang.
Nasution, S. 2003. Metode Research (Penelitian
Umum). PT. Bumi Aksara, Jakarta Nazir, M. 1983. Metode Penelitian. PT Ghalia
Indonesia, Jakarta.
Potier, M. 1998. Study on the Big Purse
Seiners Fishery in the Java Sea. VII.Environment of the Java Sea. Alur. Rcs.
Fish. Inst.,51, 79-100.
PPN Prigi. 2009. Laporan Statistik Perikanan
Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi. PPN Prigi. 2009. Laporan Tahunan Pelabuhan
Perikanan Nusantara Prigi.
Subani, W dan HR. Barus. 1989. Alat
Penangkapan Ikan dan UdangLaut di Indonesia. Jurnal Jurnal Penelitian Perikanan
Laut No. 50 Th. 1988/1989. Balitbang Pertanian Deptan. Jakarta.
Sudirman dan A. Mallawa. 2004. Teknik
Penangkapan Ikan. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Veen, P.C. 1953. Preliminary Charts of the Mean
Surface Salinity of the Indonesian Archipelago and Adjacent Waters. Org. Sci.
Res. Bull. 17: 1
No comments:
Post a Comment