Wednesday, 5 November 2014

KAJIAN KERAMAHAN LINGKUNGAN ALAT TANGKAP MENURUT KLASIFIKASI STATISTIK INTERNASIONAL STANDAR FAO PADA ALAT TANGKAP JARING KLITIK/ GILL NET DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PRIGI

 

PROPOSAL

kami tujukan sebagai salah satu syarat dalam pengumpulan Angka Kredit













Oleh :
Achmad Wais, S.St.Pi


SATUAN KERJA PENGAWASAN SUMBERDAYA
KELAUTAN DAN PERIKANAN PRIGI
TAHUN 2013



DAFTAR ISI


PRAKATA  ......................................................................................................................  ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................................  iii
LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................................  iv
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................  1
I.1  Latar Belakang Masalah ............................................................................................  1
I.2. Maksud dan Batasannya ...........................................................................................  1
I.3. Tujuan .........................................................................................................................  2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................  4
II,1. Alat Tangkap Gill net/Jaring Insang........................................................................... 4
II.2. Alat Tangkap Ramah Lingkungan............................................................................. 7
II.3. Kriteria Alat Tangkap Ikan yang Ramah Lingkungan ...............................................  8
II.4. Desain Alat Tangkap Gill net .....................................................................................  12
II.5. Penentuan Ukuran Mata Jaring Gill net ....................................................................  14
II.6.Perakitan dan Pemasangan Jaring Gill net ...............................................................  16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................................ 18
III.1  jenis Penelitian ..........................................................................................................  18
III.2  waktu dan tempat .....................................................................................................  18
III.3  Alat dan Bahan .........................................................................................................  18


DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................  19












BAB I
PENDAHULUAN



I.1. Latar Belakang Masalah
Jaring insang/gill net adalah salah satu dari jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring monofilamen atau  multifilamen yang dibentuk menjadi empat persegi panjang, pada bagian atasnya dilengkapi dengan beberapa pelampung dan pada bagian bawahnya dilengkapi dengan beberapa pemberat sehingga dengan adanya dua gaya yang berlawanan memungkinkan jaring insang dapat dipasang di daerah penangkapan dalam keadaan tegak menghadang biota perairan. Di Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi, gill net banyak dipakai oleh nelayan sebagai alat tangkap ikan.
Banyaknya alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan menjadikan alat tangkap ikan dibagi menjadi dua yaitu alat tangkap yang ramah lingkungan dan  alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Adapun alat tangkap yang ramah lingkungan menurut FA adalah  mempunyai selektifitas yang tinggi, tidak merusak habitat, menghasilkan ikan yang berkualitas tinggi, tidak membahayakan nelayan, produksi tidak membahayakan konsumen, by-catch rendah, dampak ke biodiversty rendah, tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi , dan dapat diterima secara sosial. Sedangkan untuk alat tangkap yang tidak ramah lingkungan diantaranya kompresor karena penggunaan kompresor merugikan pengguna menyebabkan ganguan kesehatan pernapasan. Sehingga perlu untuk dilaksanakan kajian terhadap penggunaan jaring klitik/gill net terhadap keramahan lingkungan menurut klasifikasi statistik internasional standar FAO di Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi.

I.2. Masalah Dan Batasannya
            Masalah dibatasi mengenai alat tangkap jaring klitik ditinjau dari segi keramahan lingkungan menurut klasifikasi statistik internasional standar FAO

I.3. Tujuan
mengetahui apakah alat tangkap jaring klitik yang berada di PPN Prigi termasuk ramah lingkungan atau tidaknya menurut klasifikasi statistik internasional standar FAO.




BAB II

II.1. TINJAUAN PUSTAKA
II.1.1. Alat Tangkap Gill net/Jaring Insang
Menurut Edi Mardiyanto pengertian dari jaring insang/gill net adalah salah satu dari jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring monofilamen atau multifilamen yang dibentuk menjadi empat persegi panjang, pada bagian atasnya dilengkapi dengan beberapa pelampung (floats) dan pada bagian bawahnya dilengkapi dengan beberapa pemberat (singkers) sehingga dengan adanya dua gaya yang berlawanan memungkinkan jaring insang dapat dipasang di daerah penangkapan dalam keadaan tegak menghadang biota perairan. Jumlah mata jaring ke arah horisontal atau ke arah Mesh length (ML) jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah mata jaring ke arah vertikal atau ke arah Mesh depth (MD).
Konstruksi jaring insang ada yang terdiri dari satu lembar jaring, dua lembar jaring, dan ada juga yang terdiri dari tiga lembar jaring. Untuk jaring insang yang konstruksinya hanya terdiri dari satu lembar disebut dengan “Jaring insang satu lembar (Gill net)”, yang konstruksinya terdiri dari dua lembar disebut dengan “Jaring insang dua lembar atau jaring insang lapis dua (Double gill net atau Semi trammel net)” dan untuk yang konstruksinya terdiri dari tiga lembar disebut dengan “ jaring insang tiga lembar (Trammel net) ”. Penamaan dari ketiga jenis jaring insang ini dapat berbeda menurut daerah, target tangkapan dan nelayan yang mengoperasikannya.
Metode pengoperasian dari jaring insang biasanya dilakukan secara pasif meskipun ada juga yang dilakukan secara semi aktif atau dioperasikan secara aktif. Untuk yang pasif biasanya dioperasikan pada malam hari baik itu dioperasikan dengan memakai alat bantu cahaya (light fishing) atau tanpa memakai alat bantu cahaya.
Pemasangan jaring insang biasanya dilakukan di daerah penangkapan yang diperkirakan akan dilewati oleh biota perairan yang menjadi terget tangkapan, kemudian dibiarkan beberapa lama supaya biota perairan memasuki atau terpuntal pada mata jaring. Lamanya perendaman jaring insang di daerah penangkapan akan berbeda menurut target tangkapan atau menurut kebiasaan nelayan yang mengoperasikannya. Untuk jaring insang yang dioperasikan secara semi aktif atau aktif, biasanya dioperasikan pada siang hari yaitu dengan cara mengaktifkan jaring insang supaya biota perairan yang menjadi target tangkapan dapat dengan cepat tertangkap, atau dengan kata lain tidak menunggu biota perairan memasuki mata jaring atau terpuntal pada jaring. Lamanya pengoperasian biasanya tidak memakan waktu yang lama atau hanya memakan waktu antara 2-3 jam, bahkan ada yang kurang dari satu jam.
Ikan yang tertangkap pada mata jaring (mesh size) jaring insang satu lembar, adalah ikan yang keliling bagian belakang penutup insangnya (operculum girth) lebih kecil, dan keliling badan maksimal nya (maximum body girth) lebih besar dari keliling mata jaring. Untuk jaring insang dua lembar dan tiga lembar, ikan yang memasuki mata jaring, selain ikan yang operculum girth lebih kecil dan maximum body girth nya lebih besar dari keliling mesh size jaring bagian dalam (inner net), juga ikan yang mempunya keliling operculum girth nya lebih besar dari keliling mata jaring bagian dalam inner net, tetapi keliling Maximum body girth nya lebih kecil dari keliling mata jaring bagian luar (outer net). Cara tertangkapnya ikan pada ke dua jenis jaring ini, selain terjerat pada mata jaring bagian inner net juga tertangkap secara terpuntal pada mata jaring bagian inner net dan outer net.
Berdasarkan jumlah lembar badan jaring, jaring insang dibagi ke dalam 3 (tiga) jenis yaitu:
1.    Jaring insang satu lembar (Gill net),
2.    Jaring insang dua lembar (Semi trammel net/Double gill net), dan
3.    Jaring insang tiga lembar (Trammel net).





 









Gambar 1. Trammel Net

 








Gambar 2. Gill net








       Gambar 3. Semi Trammel net

Berdasarkan konstruksi dari cara pemasangan tali ris, jaring insang dapat dibagi lagi ke dalam empat jenis yaitu :
  1. Pemasangan tali ris atas dan tali ris bawah disambungkan langsung dengan badan jaring,
  2. Pemasangan tali ris atas disambungkan langsung dengan badan jaring, sedangkan tali ris bawah disambungkan dengan badan jaring melalui tali penggantung (hanging twine),
  3. Pemasangan tali ris atas disambungkan dengan badan jaring melalui tali penggantung (hanging twine), sedangkan tali ris bawah disambungkan langsung dengan badan jaring,
  4. Pemasangan tali ris atas dan tali ris bawah disambungkan dengan badan jaring melalui tali penggantung (hanging twine).

Berdasarkan metode pengoperasiannya, jaring insang diklasifikasikan kedalam lima jenis, yaitu:
  1. Jaring insang menetap (set gill net / fixed gill net),
  2. Jaring insang hanyut (drift gill net),
  3. Jaring insang lingkar (encircling gill net),
  4. Jaring insang giring (frightening gill net/drive gill net), dan
  5. Jaring insang sapu (rowed gill net).

Gambar 4. Konstruksi Jaring Insang Bagian Tali Pelampung

II.1.2. Alat Tangkap Ramah Lingkungan
Teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan adalah suatu alat tangkap yang tidak memberikan dampat negatif terhadap lingkungan, yaitu sejauh mana alat tangkap tersebut tidak merusak dasar perairan, tidak berdampak negatif terhadap biodiversity, target resources dan non target resources. Di Indonesia saat ini dikenal 3 (tiga) klasifikasi alat penangkapan  ikan. yang pertama : menurut klasifikasi A. Von Brandt, (1964), Kedua : klasifikasi statistik internasional alat tangkap standar FAO, yang ketiga : klasifikasi standar alat tangkap berdasarkan statistik perikanan Indonesia (Anonim, 2007).
Adapun alat analisis yang digunakan menurut FAO (1995) sesuai dengan standar Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) yaitu terdapat 9 (sembilan ) kriteria suatu alat tangkap dikatakan ramah terhadap lingkungan, antara lain :
1. Mempunyai selektifitas yang tinggi,
2. Tidak merusak habitat,
3. Menghasilkan ikan yang berkualitas tinggi,
4. Tidak membahayakan nelayan,
5. Produksi tidak membahayakan konsumen,
6. By-catch rendah,
7. Dampak ke biodiversty rendah,
8.Tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi,
9. Dapat diterima secara social.

II.1.3. Kriteria Alat Tangkap Ikan yang Ramah Lingkungan
Food Agriculture Organization (FAO), sebuah lembaga di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang menangani masalah pangan dan pertanian dunia,  pada tahun 1995 mengeluarkan suatu tata cara bagi kegiatan penangkapan ikan yang bertanggung jawab (Code of Conduct for Resposible Fisheries- CCRF). Dalam CCRF ini, FAO menetapkan serangkaian kriteria bagi teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan. Sembilan kriteria tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Alat tangkap harus memiliki selektivitas yang tinggi
Artinya, alat tangkap tersebut diupayakan hanya dapat menangkap ikan/organisme lain yang menjadi sasaran penangkapan saja.  Ada dua macam selektivitas yang menjadi sub kriteria, yaitu selektivitas ukuran dan selektivitas jenis. Sub kriteria ini terdiri dari (yang paling rendah hingga yang paling tinggi) :
a. Alat menangkap lebih dari tiga spesies dengan ukuran yang berbeda jauh,
b. Alat menangkap tiga spesies dengan ukuran yang berbeda jauh,
c. Alat menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang kurang lebih sama,
d. Alat menangkap satu spesies saja dengan ukuran yang kurang lebih sama.

2. Alat tangkap yang digunakan tidak merusak habitat, tempat tinggal dan berkembang biak ikan dan organisme lainnya.
Ada pembobotan yang digunakan dalam kriteria ini yang ditetapkan berdasarkan luas dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan alat penangkapan. Pembobotan tersebut adalah sebagai berikut (dari yang rendah hingga yang tinggi) :
a. Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas,
b. Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit,
c. Menyebabkan sebagian habiat pada wilayah yang sempit,
d. Aman bagi habitat (tidak merusak habitat).

3. Tidak membahayakan nelayan (penangkap ikan)
Keselamatan manusia menjadi syarat penangkapan ikan, karena bagaimana pun, manusia merupakan bagian yang penting bagi keberlangsungan perikanan yang produktif. Pembobotan resiko diterapkan berdasarkan pada tingkat bahaya dan dampak yang mungkin dialami oleh nelayan, yaitu (dari rendah hingga tinggi) :
a.  Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat kematian pada nelayan,
b.  Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat cacat menetap (permanen) pada nelayan,
c.  Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat gangguan kesehatan yang sifatnya sementara,
d.  Alat tangkap aman bagi nelayan.

4.    Menghasilkan ikan yang bermutu baik
Jumlah ikan yang banyak tidak berarti bila ikan-ikan tersebut dalam kondisi buruk. Dalam menentukan tingkat kualitas ikan digunakan kondisi hasil tangkapan secara morfologis (bentuknya). Pembobotan (dari rendah hingga tinggi) adalah sebagai berikut :
a.  Ikan mati dan busuk,
b.  Ikan mati, segar, dan cacat fisik,
c.  Ikan mati dan segar,
d.   Ikan hidup.

5.  Produk tidak membahayakan kesehatan konsumen
Ikan yang ditangkap dengan peledakan bom pupuk kimia atau racun sianida kemungkinan tercemar oleh racun. Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasarkan tingkat bahaya yang mungkin dialami konsumen yang harus menjadi pertimbangan adalah (dari rendah hingga tinggi) :
a.    Berpeluang besar menyebabkan kematian konsumen,
b.    Berpeluang menyebabkan gangguan kesehatan konsumen,
c.    Berpeluang sangat kecil bagi gangguan kesehatan konsumen,
d.    Aman bagi konsumen.

6.Hasil tangkapan yang terbuang minimum
Alat tangkap yang tidak selektif (lihat butir 1), dapat menangkap ikan/organisme yang bukan sasaran penangkapan (non-target). Dengan alat yang tidak selektif, hasil tangkapan yang terbuang akan meningkat, karena banyaknya jenis non-target yang turut tertangkap. Hasil tangkapan non target, ada yang bisa dimanfaatkan dan ada yang tidak. Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasarkan pada hal berikut (dari rendah hingga tinggi):
a.    Hasil tangkapan sampingan (by-catch) terdiri dari beberapa jenis (spesies) yang tidak laku dijual di pasar,
b.    Hasil tangkapan sampingan (by-catch) terdiri dari beberapa jenis dan ada yang laku dijual di pasar,
c.    Hasil tangkapan sampingan (by-catch) kurang dari tiga jenis dan laku dijual di pasar,
d.    Hasil tangkapan sampingan (by-catch) kurang dari tiga jenis dan berharga tinggi di pasar.

7.  Alat tangkap yang digunakan harus memberikan dampak minimum terhadap keanekaan sumberdaya hayati (biodiversity).
       Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasasrkan pada hal berikut (dari rendah hingga tinggi):
a.    Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian semua mahluk hidup dan merusak habitat,
b.    Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat,
c.    Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat,
d.    Aman bagi keanekaan sumberdaya hayati.

8.  Tidak menangkap jenis yang dilindungi undang-undang atau terancam punah.
     Tingkat bahaya alat tangkap terhadap spesies yang dilindungi undang-undang ditetapkan berdasarkan kenyataan bahwa :
a.    Ikan yang dilindungi sering tertangkap alat,
b.    Ikan yang dilindungi beberapa kali tertangkap alat,
c.    Ikan yang dilindungi .pernah. tertangkap,
d.    Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap.

9. Diterima secara sosial.
     Penerimaan masyarakat terhadap suatu alat tangkap, akan sangat tergantung pada kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di suatu tempat. Suatu alat diterima secara sosial oleh masyarakat bila:
a.    biaya investasi murah,
b.    menguntungkan secara ekonomi,
c.    tidak bertentangan dengan budaya setempat,
d.    tidak bertentangan dengan peraturan yang ada.
Pembobotan Kriteria ditetapkan dengan menilai kenyataan di lapangan bahwa (dari yang rendah hingga yang tinggi):
a.   Alat tangkap memenuhi satu dari empat butir persyaratan di atas,
b.   Alat tangkap memenuhi dua dari empat butir persyaratan di atas,
c.   Alat tangkap memenuhi tiga dari empat butir persyaratan di atas,
d.   Alat tangkap memenuhi semua persyaratan di atas.

Bila ke sembilan kriteria ini dilaksanakan secara konsisten oleh semua pihak yang terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan, maka dapat dikatakan ikan dan produk perikanan akan tersedia untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan. Hal yang penting untuk diingat bahwa generasi saat ini memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan ketersediaan sumberdaya ikan bagi generasi yang akan datang dengan pemanfaatan sumberdaya ikan yang berkesinambungan dan lestari. Perilaku yang bertanggung jawab ini dapat memelihara, minimal mempertahankan stok sumberdaya yang ada kemudian akan memberikan sumbangan yang penting bagi ketahanan pangan (food security), dan peluang pendapatan yang berkelanjutan.

II.1.4. Desain Alat tangkap gill net
 Desain dan perakitan gill net : contoh
Gill net
Kapal

gill net dasar untuk kepiting
panjang 
: 5- 15 m
Brittany, Perancis
daya mesin
: 15-20 PK
Gambar 5. Desain dan perakitan jaring gill net

Gambar diatas memberikan informasi mengenai jaring itu sebagai berikut :
Ukuran mata
: 320 mm
29 - 30
Panjang
: 313 mata
Dalam
: 5 1/2 mata
Hanging Ratio( E)
: 0,50
38-39
pelampung
: 32 pelampung plastik, dengan daya apung masing-masing 250 gf
47-49
pemberat
: 156 buah timah, masing-masing 50 gram
Tali / Benang
: bahan PA, ukuran R 1666 tex
7-10
Ris atas
. PP / PA, diameter 6 mm panjang 50 m
7-8
Ris bawah
: PP / PA,  diameter 6 mm panjang 50 m
7-8

1.5.1.4 Penentuan ukuran mata jaring gill net
Penentuan mata jaring menurut species ikan
Dalam rumus Fridman disebutkan perbandingan antara lingkar body atau panjang ikan yang akan ditangkap dengan ukuran mata jaring gill net seba gai berikut :
OM = L (Ikan) / K
dimana,
Om
: lebar pembukaan mata jaring (mm)
L (ikan)
: panjang rata rata ikan yang akan ditangkap
K
: nilai koefnien menurut species
dan
K
 = 5 untuk ikan yang panjang dan pipih
K
=  3,5 untuk ikan berukuran sedang (tidak terlalu  tebaldan  terlalu pipih)
K
= 2,5 untuk ikan yang besar, lebar atau tinggi
  
Beberapa contoh ukuran mata jaring teregang (mm) untuk spesies ikan tertentu :
Spesies demersal di perairan tropis
Kurau
50
Manyung
75
Kerong-kerong
50
Belanak
110-120
Maigre (Sciaenidae)
120-140
Gulamah
160- 200
Seabream
140- 160
Alu-alu
120
* penjelasan mengenai ukuran mata dan bukaan mata
   pada halaman 29.

Temperate demersal species
cod
150-170
pol lack
150-190
Pasifik pollack
90
ikan lidah
110-115
hake
130-135
red mulle (Mugilidae)
25
halibut (Greenland)
250
turbot,monk,anglerfish
240
Crustaceans
shrimp (India)
36
shrimp (El Salvador)
63-82
green spiny lobster
160
red spinylobster
200-220
spider crab
320
king crab
450











Small pelagic species
sprat
22-25
herring
50-60
teri
28
sardine
30-43
sardinella
45-60
shad (Ethmalosa)
60-80
kembung
50
tongkol
75
tenggiri
100-110
Large pelagic species
Tenggiri, kembung, cakalang
80-100
setuhuk, ikanterbang
120-160
bonito, jacks
125
Atlantic bluefirttuna
240
cucut
170-250
ikan pedang
300- 330
salmon
120- 200












II.1.5. Perakitan dan pemasangan jaring gill net
Benang sebaiknya agak kecil dan tidak kaku sehingaa yang tertangkap tidak rusak, Ketahanan putus benang harus baik dan hal ini penting, Khususnya untuk gill net dssar dan di sesuaikan antara ukuran ikan dan mata jaring, benang sebaiknya juga tidak mudan terlinat meskipun daiam perairan jernih (mono atau muitifilament ) atau warna tidak menyolok dengan lingkungan setempat. Disamping itu benang Juoan lentur. Catatan: Dayo mulur benang 20 -40% sebelum putus. Memilih diameter bebarg untuk gill net
Diameter benang sebaiknya sebanding dengan ukuran mata jaring. Nilai ratio  
Diameter benang
Ukuran mata jaring teregang
(dalam satuan yang sama)
=0.0025

pada perairan tenang dangan perkira an hasil tangkap rendah, sedangkan pada perairan bergelombang atau pada dasar perairan nilai rationya = 0,01 Ratio rata-rata = 0,005.

Pemilihan jenis benang untuk gill net.
ukuran mata
perairan danau,sungai
perairan pantai
laut
mm
multilil. m/kg
monofil. Ømm
multifil. m/Kg
monofii. 0mm
multimono. n x Ømm
multifil. m/kg
monofil. Ømm
multimono. n x Ømm
30
20 000
0.2
10 000
0.4
6 660
50
20 000
13 400
6 660
60
13 400
0.2
10 000
4 440
80
10 000
6 660
4 x 0.15
4 440
0.28-0.30
6 à 8 x 0.15
100
6 660
4 440
0.3
3 330
0.5
120
6 660
4 440
0.35-0.40
3 330
0.6
6 x 0.15
140
4 430
3 330
6x0.15
2 220
8 x 0.15
160
3 330
3 330
8 à 10 x 0.15
2 220
0.6-0.7
10 x 0.15
200
2 220
2 220
1 550
0.9
240
1 550
1 550
1 100
500
1 615- 2 220
600
3 330
1615 - 2 220
700
2 660

Pengaruh hanging ratio pada efisiensi penangkapan dari jaring yang digunakan. Hanging ratio horizontal pada gill net umumnya 0,5
-       Jika E lebih Kecil dari 0,5 jaring cenderung memuntal ikan dan akan menangkap berbagai spesies ikan yang berbeda. Hal ini sering terjadi peda jaring yang menetap.
-       Jika E lebih besar dari 0,5 jaring cenderung menjerat ikan dan lebih selektlf dibandingkan dengan jaring diatas. Hal ini sering terjadi pada jaring hanyut.

Beberapa contoh perakitan
Pada tali ris atas dengan pelampung
       Gambar 6. Perakitan jaring gill net tali ris atas dengan pelampung

Pada tali ris bawah dengan pemberat
                 Gambar 7 . Perakitan jaring gill net tali ris bawah dengan pemberat







BAB III
 METODE PENELITIAN


III.1. JENIS PENILITIAN
            Jenis penelitian yang dilakukan adlah penelitian nonexsperimental dengan pendekatan deskriptif yaitu suatu metode yang memberikan gambaran atau keadaan objek yang diteliti berdasarkan data yang dikumpulkan kemudian dianalisis oleh penulis sehingga dapat diambil keputusan dan kesimpulan yang tepat
III.2. WAKTU DAN TEMPAT
            Waktu pelaksanaan dilakukan pada semester 1 tahun 2014 bertempat di Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi
III.3. ALAT DAN BAHAN
            Alat dan bahan yang digunakan yaitu alat tulis, kamera dan komputer




















DAFTAR PUSTAKA


FAO corporate document repository title petunjuk praktis bagi nelayan (2013). http://www.fao.org/docrep/010/ah827o/ah827id04.htm
Balai Besar Penyuluhan Perikanan Indonesia, 2008, Klasifikasi Alat Penangkap. Ikan Indonesia, Semarang
Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan Dalam Hubungannya Dengan Alat, Metoda Dan Taktik Penangkapan.







No comments:

Post a Comment