Wednesday, 5 November 2014

CONTOH PROPOSAL PENELITIAN

KOMPOSISI JENIS ALAT TANGKAP YANG BEROPERASI DI PERAIRAN TELUK BANTEN SERANG

Oleh:


Hj. Teti Resmiati,Ir.
Skalalis Diana, MSi
Sri Astuty, MSc.


























BAB I
PENDAHULUAN



1.1             Latar Belakang

Perairan laut di Jawa bagian Barat, memiliki luas sekitar 220.000 km2 (0,038 % dari luas perairan laut Indonesia) dengan panjang garis pantainya mencapai 1.310 km (1,617% dari panjang garis pantai kawasan Nusantara). Berdasarkan data yang ada, pemanfaatan perikanan tangkap di Jawa bagian Barat,masih belum optimal, karena dari potensi penangkapan ikan laut sebesar 250.000 ton/tahun, baru dimanfaatkan sekitar 173.335,60 ton (68,33%) (Dinas Perikanan DT I Jawa Barat dan Institut Pertanian Bogor, 1999; Setyohadi 1999; Sularso 1999).
Dewasa ini, pemanfaatan sumber daya ikan laut di wilayah Jawa bagian Barat tidak merata, yaitu di pantai Utara Jawa dengan potensi ikan laut sebesar 80.420 ton/tahun, pemanfaatannya sudah melebihi potensi yang ada yakni 167%, sedangkan di pantai Selatan baru sekitar 33 % dan ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia) baru sekitar 145 ( Dinas Perikanan DT I Jawa Barat dan Institut Pertanian Bogor, 1999).


          Pada wilayah pantai Utara Jawa, ada beberapa teluk yang dimanfaatkan untuk kegiatan
perikanan tangkap, salah satunya adalah Teluk Banten, Kabupaten Serang, Propinsi Banten. Berdasarkan data yang ada pada Dinas Perikanan Kabupaten Serang (1999), jumlah penduduk
yang memanfaatkan Teluk ini bagi kegiatan perikanan tangkap adalah 5732 RTP (Rumah Tangga Perikanan) dan RTBP (Rumah Tangga Buruh Perikanan). Bila diasumsikan 1 RTP atau 1 RTBP terdiri dari 5 jiwa, maka berarti ada sekitar 28.660 jiwa yang untuk hidupnya tergantung pada sumberdaya perikanan Teluk Banten. Oleh karena itu, keberadaan sumberdaya perikanan Teluk Banten untuk kegiatan perikanan tangkap perlu dikelola dengan baik sehingga dapat berkesimbungan (sustainability). Kesinambungan usaha perikanan tangkap, selain tergantung pada kelestarian stok (sumberdaya perikanan) dan daya dukung lingkungan, juga tergantung pada alat tangkap yang digunakan.
            Dalam kegiatan perikanan tangkap di Teluk Banten ini, nelayan mempergunakan berbagai jenis alat tangkap seperti jarring angkat, jarring klitik, paying, ondet dan pancing dengan hasil tangkapan multi species (BPLHD Propinsi Jawa Barat n1995, Nurani 2000). Penggunaan alat tangkap yang tidak seletif dikhawatirkan akan menurunkan hasil tangkapan.
Pengoperasian alat tangkap yang tidak selektif berdasarkan hasil diskusi dalam Destructive Fishing Practice i 9th International Coral Reef Symposium, Bali-Indonesia 2000 masih merupakan masalah utama dalam hal kegiatan perikanan tangkap di Indonesia.
Dengan kata lain, alat tangkap yang dioperasikan tersebut harusselektif sehingga tidak sampai merusak sumberdaya danlingkungannya. Berdasarkan uraian di atas adalah penting untuk mengetahui komposisi alat tangkap yang digunakan nelayan untuk menangkap sumberdaya perikanan pada perairan Teluk Banten agar perikanan tangkap tersebut dapat berkelanjutan.

1.2              Perumusan Masalah

Sumberdaya perikanan yang beraneka (multi-species) mengakibatkan terjadinya penggunaan alat tangkap yang beraneka pula. Permasalahan yang timbul adalah bagaimana komposisi alat tangkap yang digunakan oleh nelayan pada perairan Teluk Banten kaitannya dengan sumberdaya perikanan yang multi species.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan pada perairan Teluk Banten-Serang.
1.4. Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jenis alat tangkap yang beroperasi pada perairan Teluk Banten. Juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi bagi peneliti- peneliti selanjutnya.



















BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Sumberdaya Perikanan

Sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya yang sifatnya terbatas dan dapat pulih (renewable), yang berarti bahwa setiap pengurangan yang disebabkan kematian maupun penangkapan akan dapat memulihkan sumberdaya tersebut kembali ke tingkat produktivitas semula (Anonymous 1993). Namun apabila tekanan pengusahaan atau penangkapan tersebut cukup tinggi intensitasnya hingga melampaui daya dukung, maka untuk pulih kembali akan memerlukan waktu yang relativelama (anonymous 1993, Dahuri 1999). Sumberdaya perikanan merupakan milik bersama (common properties), sementara hak pemanfaatannya bersifat terbuka untuk siapa saja (open acces) (Naamin 1991).
2.1.1 Sumberdaya Ikan

Sumberdaya ikan terdiri dari ikan pelagis dan ikan demersal, dimana ikan pelagis mencakup ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil yang hidup di pemukaan laut atau didekatnya (Djatikusumo 1975, Merta et al. 1998). Ikan pelagis yang banyak terdapat di wilayah perairan dekat pantai adalah pelagis kecil, misalnya teri, kembung, layang,selar dan bentong (Merta et al 1998). Sedangkan ikan demersal merupakan kelompok ikan yang hidup di dasar atau dekat dasar perairan, dimana beberapa speciesnya merupakan species ikan karang yang mempunyai nilai ekonomis penting, yakni bambangan (Lutjanidae), kerapu (Serranidae), Baronang (Siganidae) ekor kuning (caesionidae) serta species-species ikan hias seperti napoleon (Labridae) dan ikan konsumsi lainnya (Aoyama 1973, Badrudin et al 1998, Djamali et al 1998).

2.1.2 Sumberdaya Non- ikan


Sumberdaya non ikan mencakup kelompok dari krustase, moluska dan rumput laut. Indonesia mempunyai lebih dari 83 species udang yang termasuk ke dalam suku Penaeidae (Crosnier1984). Udang merupakan salah satu species sasaran (target species) yang cukup pentingdari usaha penangkapan di laut. Udang penaeid terdapat di sepanjang perairan pantai yang relative dangkal dan terlindung (di perairan estuaria dan teluk-teluk yang biasanya terdapat muara sungai atau hutan mangrove dan dasar perairannya landai (Sumiono dan Priyono 1998).
Krustase lainnya adalah rajungan, habitatnya beragam yaitu perairan pantai dengan dasar pasir atau pasir berlumpur dan laut terbuka, penyebarannya dapat mencapai kedalaman 65 m. Dalam siklus hidupnya rajungan tidak memerlukan perairan mangrove (Sumiono dan Priyono 1998).
Cumi -cumi (kelompok moluska) merupakan salah satu sumberdaya non ikan yang paling penting dalam perikanan Indonesia, Cumi-cumi tertangkap hamper di seluruh perairan Indonesia dan biasanya tertangkap bersama-sama species ikan pelagis lainnya. Cumi-cumi yang tertangkap biasanya terdiri dari cumi-cumi (squid), sotong (cuttle fish) dan gurita (octopus) (Badrudin dan Mubarak 1998, Djamali et al 1998).
2.2  Perikanan Tangkap


Perikanan tangkap adalah usaha ekonomi dengan mendayagunakan sumber hayati perairan dan alat tangkap untuk menghasilkanikan dan memenuhi permintaan akan ikan (Achmad 1999). Pengusahaan perikanan yang tidak terawasi dapat mengakibatkan penangkapan yang berlebih (overfishing), penuruan mutu bahkan dapat merusak produktivitasnya (Naamin 1991).
2.2.1 Alat Tangkap
Alat tangkap ikan yang merupakan salah satu sarana pokok adalah penting dalam rangka pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan secara optimal dan berkelanjutan (Anonymous, 1993). Adapun jenis alat tangkap yang dominan digunakan, mencakup jaring insang (gill net), rawai (longline), pukat cincin (purse seine) dan jaring udang (trawl) (ayward 1992, Mulyanto 1995).
Jaring insang merupakan alat tangkap yang mempunyai besar mata jaring yang disesuaikan dengan sasaran ikan atau non- ikan yang akan ditangkap, dan ikan yang tertangkap karena terjerat pada bagian tutup insangnya (Subani dan Barus 1989, Mulyanto 1995).
Rawai merupakan alat tangkap yang berbentuk rangkaian tali temali panjang yang bercabang - cabang dan setiap ujung cabangnya diikatkan sebuah mata pancing (hook) dengan berbagai ukuran (Hayward 1992, Subani dan Barus 1989).
Pukat cincin merupakan alat tangkap yang dilengkapi dengan cincin dan tali kerut pada
bagian bawah jaring, yang gunanya untuk menyatukan bagian bawah jaring sewaktu operasi dengan cara menarik tali kerut tersebut ( Hayward 1992, Mulyanto 1995, Subani dan Barus 1989). Pukat udang dari segi operasionalnya sama dengan pukat harimau (yang penggunaannya dilarang berdasarkan Keppres No.39 tahun 1980), yang membedakan adalah adanya tambahan alat pemisah ikan (Subani dan Barus 1989, Mulyanto 1995).

2.2.2 Armada Kapal Penangkap Ikan
Kapal merupakan salah satu sarana yang digunakan untuk usaha penangkapan
ikan. Kapal penangkap ikan dengan mesin dalam (inboard motor) berukuran 100 GT atau dengan kekuatan mesin di atas 200 PK, hanya diperkenankan mengambil hasil
laut di pantai Selatan Jawa Barat di luar jarak 7 mil dari pantai. Kapal penangkap ikan dengan mesin dalam berukuran di atas 25 GT atau di atas 50 PK, hanya diperkenan
kan menangkap hasil laut di luar jarak 12 mil laut dari pantai utara Jawa Barat atau 10
mil laut khusus sepanjang Selat Sunda. Kapal penangkap ikan dengan mesin dalam berkekuatan <50 PK hanya diperkenankan mengambil hasil laut di luar jarak 7 mil laut dari pantai utara Jawa Barat dan I luar jarak 3 mil laut dari pantai Selatan Jawa Barat. Kapal penagkap ikan dengan mesin dalam berkekuatan > 5 GT atau > 10 PK hanya boleh melakukan penangkapan hasil laut di luar jarak 3 mil laut dari pantai Utara Jawa Barat (SK Gubernur Kepala Daerah Tk.I Jawa Barat No.1888.341/Kep.
359 - Huk/1986).
Perahu yang menggunakan motor tempel (outboard motor) berkekuatan < 80 PK hanya boleh melakukan pengambilan hasil laut di luar jarak 3 mil laut dari pantai utara Jawa Barat. Perahu yang menggunakan motor tempel berkekuatan >80 PK hany
a boleh melakukan penangkapan hasil laut di luar jarak 7,mil laur dari pantai utara Jawa Barat dan 3 mil laut dari pantai selatan Jawa Barat (SK Gubernur Kepala Daerah Tk.I Jawa Barat No.1888.341/Kep.359 - Huk/1986).









BAB III

METODE PENELITIAN


3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 8 (delapan) bulan, yang dimulai dari bulan April sampai Oktober 2002. Lokasi penelitian untuk pengkoleksian data lapangan yaitu di daerah perairan dan pesisir Teluk Banten, Serang,Propinsi Banten serta Dinas Perikanan Kabupaten Serang.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner untuk nelayan tangkap, sedangkan peralatan yang digunakan berupa tape recorder kecil dan barang habis pakai yaitu kaset untuk merekam.

3.3 Metode

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survey dengan mengumpulkan data yang tersedia (data sekunder) berupa: kategori jenis dan jumlah alat tangkap. Selain itu juga akan dilakukan observasi lapang dan wawancara secara purposive untuk mengumpulkan data primer.

3.4 Analisis Data

Data yang dikoleksi kemudian dianalisis secara deskriptip dengan mencocokan jenis alat tangkap yang teridentifikasi dengan jenis alat tangkap yang tidak selektif. Berdasarkan SK. Gubernur Kepala DaerahTingkat I Jawa Barat No. 188.341/Kep.359 - Huk/1986 untuk ukuran mata jaring yang digunakan, fase species ikan yang tertangkap serta wilayah pengoperasiannya. Selain itu, juga dicari jenis alat tangkap yang dominant beroperasi.




















DAFTAR PUSTAKA
Achmad M., 1999. Strategi Mengelola Sumberdaya Hayati Laut Indonesia. Dalam Seminar Reformasi Format Pengelolaan Sumber Daya Hayati Laut yang Berkelanjutan dan Berbasis Ekonomi Kerakyatan, 8 hal

Anonymous 1993. Global Marine Biolgical Diversity: A strategy for Building Conservation into Decision Making. Edited by Norse, E.A. Island Press, Washington DC., Covelo, California. Page 87 - 154.

Aodhyoa, A.U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dwi Sri, Bogor. 9 hal.
Aoyama, T. 1973. The Demersal Fish Stocks and Fisheries of South China Sea. IPFC/SCS/DEV/73/3. Rome. Badrudin, M. dan Mubarak, H.1998. Sumberdaya Cumi - cumi dalam Potensi dan Penyebaran SDI Laut di Perairan Indonesia. ISBN 979 – 8105 -53 - 2, hal 164 - 166.

Badrudin, M. Tampubolon, G.H., Iskandar, B.PS; Rahardjo, P. dan R. Basuki 1998. Sumberdaya Ikan Demersal dalam Potensi dan Penyebaran SDI Laut di Perairan Indonesia. ISBN 979 – 8105 – 53 - 2, hal 139 - 146.

BPLHD Propisi DT I Jawa Barat 1995. Neraca Kualitas Lingkungan Hidup Alami, Daerah Propinsi Jawa Barat. Kantor Gubernur Propinsi Jawa Barat. Hal 134 - 137.

Crosnier, A. 1984. Penaeid Shrimps of Indonesia: Benefit and Difficults of Their Taxonomy. First Result of the CORINDON I I and Expedition. Indonesia - French Symposium on Marine Science. BPPT. Jakarta. 8 p.

Dahuri, R. 1999. Permasalahan Pengelolaan Lingkungan Kawasan Pesisir. 21 hal.

Dinas Perikanan DT I Jawa Barat dan IPB. 1999. Studi Komoditas Unggulan Perik anan Laut di Propinsi Jawa Barat.

Dinas Perikanan Kabupaten Serang. 1999.  Laporan Tahunan 1999. Dinas Perikanan Kabupaten Serang
Djamali, A. dan Mubarak, H. 1998. Sumberdaya Ikan Konsumsi Perikanan Karang dalam Potensi dan Penyebaran SDI Laut di Perairan Indonesia. ISBN 979 – 8105 - 53 - 2 hal 195 - 200.

Djamali, A. Mubarak, H., Mudjiona,Darsono, P. Aziz. A san Sumadhiharga,O. 1998. Sumberdaya Moluska dan Teripang. Dalam Potensi dan Penyebaran SDI Laut di Perairan Indonesia . ISBN 979 – 8105 - 532 hal 156 162.

Djatikusumo. 1975. Biologi Ikan Ekonomi Penting. Akademi Usaha Perikanan Jakarta. 68 hal.
Hayward, G. 1992. Applied Ecology. University of Bath. Science 16 - 19. Published by Thomas Nelason and Sons Ltd. Surrey. Uk. P.32 - 72.

Koswara, K. 2000. Padang Lamun Teluk Banten: Manfaat dan Ancaman yang Dihadapinya dalam Seminar Identifikasi Potensi dan Permasalahan Pengelolaan Kawasan Teluk Banten, Serang. 7 hal.

Merta, I.G.S., Nurhakim, S. dan Widodo, J., 1998. Sumberdaya Perikanan Pelagis Kecil dalam Potensi dan Penyebaran SDI Laut di Perairan Indonesia. ISBN 979 – 8105 – 53 - 2 hal 89 – 96

Mulyanto, 1995. Dasar - dasar Pengelolaan Sumberdaya Perairan. Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. 121 hal.

Naamin, N., et al 1991. Petunjuk Teknis Pengelolaan Perairan Laut dan Pantai Bagi Pembangunan Perikanan. Seri Pengembangan Hasil Penelitian Perikanan No. PHP/KAN/PT.19/1991. Puslitbang Perikanan Jakarta. 80 hal.

Nuraini, S. 2000. Identifikasi Kekayaan Jenis Ikan dan Penangkapannya di Teluk Banten Serang dalam Seminar Identifikasi Potensi dan Permasalahan Pengelolaan Kawasan Teluk Banten, Serang. 15 hal.

Subani,W. dan Bares, H.R. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perkanan Laut. ISSN 0216 – 7727

Sumiono, B. dan Prioyono, B.E. 1998. Sumberdaya Udang Peneid dan Krustase Lainnya. Dalam

Potensi dan Penyebaran SDI Laut di Perairan Indonesia. ISBN 979 – 8105 -53 – 2 hal 107 - 127

1 comment: