A. Pendahuluan
Negara Republik Indonesia sebagaimana
ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
memiliki kedaulatan yurisdiksi atas wilayah perairan Indonesia, serta
kewenangan dalam menetapkan pengaturan tentang pemanfaatan sumber daya ikan,
baik untuk penangkapan maupun pembudidayaan ikan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Indonesia. Namun pemanfaatan sumber daya ikan harus
tetap memperhatikan prinsip kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya
serta kesinambungan pembangunan perikanan nasional secara berkelanjutan.
Pembudidayaan perikanan merupakan
fokus pembangunan wilayah pesisir dalam program pembangunan nasional ke depan
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah pesisir. Mengingat
secara de facto bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di
dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km
dan luas laut sekitar 3,1 juta km2 (0,3
juta km2 perairan teritorial; dan 2,8 juta km2 perairan nusantara) atau 62% dari luas teritorialnya.
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
mengenai Hukum Laut Tahun 1982 yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang No.
17 Tahun 1985 tentang pengesahan United Nations Convention on the Law of the
Sea 1982, menempatkan Indonesia memiliki hak berdaulat (sovereign rights)
untuk melakukan pemanfaatan, konservasi, dan pengelolaan sumber daya ikan di
Zona Ekonomi Ekskluisf (ZEE) Indonesia, dan Laut Lepas yang dilaksanakan
berdasarkan persyaratan atau standar internasional yang berlaku.
Indonesia diberi hak kewenangan
memanfaatkan Zona Ekonomi Eksklusif seluas 2,7 juta km2 yang menyangkut eksplorasi, eksploitasi dan pengelolaan
sumber daya hayati dan non hayati, penelitian, dan yuridikasi mendirikan
instalasi atau pulau buatan. Batas ZEE ini adalah 200 mil dari garis pantai
pada surut terendah. Disamping itu, wilayah pesisir dan lautan Indonesia
terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alamnya, baik sumber
daya alam yang dapat pulih maupun sumber daya alam yang tidak dapat pulih.
Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati (biodiversity)
laut terbesar di dunia, karena memiliki ekosistem pesisir seperti hutan
mangrove, terumbu karang, padang lamun, yang sangat luas dan beragam yang
menjadi tempat pembudidayaan perikanan.
Indonesia sebagai sebuah negara
kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut, memiliki potensi
perikanan yang sangat besar dan beragam. Potensi perikanan yang dimiliki
merupakan potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan untuk masa depan bangsa,
sebagai tulang punggung pembangunan nasional. Pemanfaatan secara optimal
diarahkan pada pendayagunaan sumber daya ikan dengan memperhatikan daya dukung
yang ada dan kelestariannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,
meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil, meningkatkan
penerimaan devisa negara, menyediakan perluasan kesempatan kerja, meningkatkan
produktivitas, nilai tambah dan daya saing hasil perikanan serta menjamin
kelestarian sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan serta tata ruang. Hal
ini berarti bahwa pemanfaatan sumber daya perikanan harus seimbanga dengan daya
dukungnya, sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat secara terus menerus.
Salah satunya dilakukan dengan pengendalian usaha perikanan melalui pengaturan
pengelolaan perikanan.
Dengan wilayah perairan dan garis
pantai yang demikian luas dan panjang, maka tidak mengherankan bila masyarakat
Indonesia banyak yang menggantungkan hidupnya di laut sebagai nelayan. Akan
tetapi kehidupan dan kesejahteraan nelayan seakan bertolak belakang dengan
realitas data yang menyatakan bahwa wilayah Indonesia luas dengan sumber daya
ikan dan biota laut yang melimpah. Kenyataan yang muncul ke permukaan justru
keprihatinan akibat kemiskinan para nelayan. Perjuangan mereka amat panjang dan
melelahkan untuk mencari dan menangkap ikan. Berbagai tantangan mereka hadapi
baik ombak, cuaca yang tidak menentu, bersaing dengan kapal-kapal nelayan besar
bahkan hingga dihadang kapal nelayan asing yang mencuri ikan. Ketidakberdayaan
nelayan makin dirasakan manakala cuaca tidak bersahabat, acap kali para nelayan
tidak dapat melaut dan dengan terpaksa harus menjual barang-barang miliknya
atau menghutang demi untuk menghidupi istri dan anak. Potret sebagian besar
nelayan kita adalah tergolong kaum marjinal, miskin pengetahuan teknologi
penangkapan ikan dan lemah permodalan. Sehingga para nelayan tidak memiliki
kapal yang mampu berlayar menangkap ikan diperairan dalam dan laut lepas.
Dengan keadaan tersebut sangatlah sulit jika harus bertarung mendapatkan ikan
di tengah laut dengan kapal-kapal besar yang dilengkapi teknologi penangkapan
dan penginderaan. Rokhmin Dahuri mengatakan bahwa Lebih dari 90 persen armada
kapal ikan Indonesia terkonsentrasi di perairan pesisir dan laut dangkal
seperti Selat Malaka, pantura, Selat Bali dan pesisir selatan Sulawesi. Di situ
pula sebagian besar telah mengalami kelebihan tangkap. Jika laju penangkapan
ikan seperti sekarang berlanjut, tangkapan kapal akan menurun, nelayan semakin
miskin dan sumber daya ikan pun punah. Selanjutnya ia katakan, Sebaliknya
jumlah kapal ikan Indonesia yang beroperasi di laut lepas, laut dalam, dan
wilayah perbatasan seperti Laut Natuna, Laut Cina Selatan, Laut Sulawesi, Laut
Seram, Laut Banda, Samudera Pasifik, Laut Arafura dan Samudera Hindia bisa
dihitung dengan jari.1 Lebih lanjut dikatakan bahwa Potensi
ekonomi perikanan yang jauh lebih besar sesungguhnyaa terdapat diperikanan
budidaya (akuakultur). Namun sampai saat ini pemanfaatan perikanan budidaya
masih sangat rendah, hanya 4,88 juta ton pada 2010 atau 8,5 persen dari total
produksi 57,6 juta ton per tahun. Pada hal, permintaan terhadap beragam produk
akuakultur untuk memenuhi kebutuhan pangan, obat dan bahan baku industri terus
meningkat.
Salah satu harian nasional memberitakan
bahwa keberlanjutan perikanan nasional kian terancam oleh ketertinggalan
nelayan, lemahnya infrastruktur, pencurian ikan yang masih merajalela, dan arus
impor ikan yang memukul daya saing, Keberpihakan pemerintah terhadap sektor
perikanan dinilai masih rendah. Selanjutnya dikatakan bahwa Menteri Kelautan
dan Perikanan periode 2009 -2014 Sharif Cicip Sutardjo, menegaskan, pihaknya
mendorong pengembangan mata pencaharian alternatif bagi nelayan, yakni ke
sektor perikanan budidaya dan pengolahan ikan. Oleh
karena itu keberpihakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada masyarakat
nelayan mutlak diprioritaskan terutama dengan pengembangan pembudidayaan
perikanan di wilayah perairan Indonesia sebagai upaya peningkatan taraf
kesejahteraan masyarakat nelayan dan pembukaan kesempatan kerja bagi masyarakat
lainnya. Disamping itu, pembudidayaan perikanan juga diharapkan dapat
melestarikan sumber daya perikanan guna meningkatkan produktivitas perikanan
dalam menunjang pendapatan daerah. Keberpihakan pemerintah daerah tersebut
harus diwujudkan dalam regulasi dengan pembuatan peraturan daerah sebagai
implementasi peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur perikanan pertama kali dikeluarkan
adalah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan. Namun undang-undang
ini kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Alasan yang menjadi pertimbangan adalah bahwa Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985
belum menampung semua aspek pengelolaan sumber daya ikan dan juga belum
mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum serta perkembangan teknologi dalam
rangka pengelolaan sumber daya ikan. Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2004 juga kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Dasar
pertimbangan perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 adalah bahwa
undang-undang ini belum sepenuhnya mampu mengantisipasi perkembangan teknologi
dan kebutuhan hukum dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumber
daya ikan. Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 dalam Pasal 1 angka 6 disebutkan
bahwa pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan,
dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang
terkontrol, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut,
menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 7 disebutkan bahwa Pengelolaan perikanan adalah
semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi,
analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya
ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan
di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang
diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan
dan tujuan yang telah disepakati. Pengelolaan perikanan budidaya memiliki peran
penting dan strategis dalam pembangunan perekonomian nasional, terutama dalam
meningkatkan perluasan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan daerah dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan. Pengelolaan tersebut tidak bisa
diserahkankan begitu saja pada masyarakat nelayan, tapi diperlukan dukungan
pemerintah daerah seperti penetapan lokasi, penganggaran, perencanaan sampai
pada tingkat pengaturan. Mengingat kondisi wilayah dan masyarakat masing-masing
daerah berbeda satu dengan yang lain. Maka, pengelolaan perikanan tidak cukup
hanya diatur dalam peraturan perundang-undangan lebih tinggi tapi perlu
dijabarkan dalam bentuk peraturan perundang- undangan yang tingkatannya lebih
rendah, seperti peraturan daerah. Karena daerah setempatlah yang lebih memahami
kondisi wilayah dan kemampuan masyarakat nelayan masing-masing. Namun penerapan
undang-undang perikanan tersebut di atas dalam pelaksanaannya bisa jadi kurang
optimal jika masing-masing pemerintah daerah tidak segera membuat peraturan
daerah sebagai aplikasi dari peraturan perundang-undangan perikanan yang
disesuaikan dengan kondisi wilayah pesisir setempat. Dengan demikian, maka
penelitian efektivitas peraturan perundang-undangan perikanan budidaya dalam
upaya pemberdayaan masyarakat nelayan di wilayah pesisir Indonesia akan di
fokuskan pada penelitian efektivitas kebijakan, dalam hal ini peraturan
perundang-undangan mulai dari tingkat Undang-undang sampai dengan Peraturan
Daerah, yang mengatur perikanan budidayakhususnya di wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta.
B.
Perumusan Masalah
Dari uraian tersebut di atas, maka
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana efektivitas Peraturan
Perundang-undanganPerikananNomor 31 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, dalam mendukung pengembangan perikanan budidaya
di Daerah Istimewa Yogyakarta
2. Apakah perikanan budidaya di wilayah pesisir
Daerah Istimewa Yogyakarta telah mampu
membuka kesempatan kerja pada masyarakat nelayan?
3. Apakah produktivitas perikanan budidaya di
Daerah Istimewa Yogyakarta telah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
nelayan?
4. Apakah
perikanan budidaya di Daerah Istimewa Yogyakartatelah dapat meningkatkan
kontribusi bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)?.
5. Apa yang menjadi tantangan dan hambatan dalam pengembangan
perikanan budidaya di wilayah pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta?.
6. Apakah pengaturan perikanan budidaya dalam UU
Perikanan sudah aplikasi dalam Peraturan Daerah (Perda) Daerah Istimewa
Yogyakarta?.
C. Maksud Penelitian
Penelitian tentang Efektivitas
Peraturan Perundang-undangan Perikanan Budidaya Dalam Upaya Pemberdayaan
Masyarakat Nelayan di Wilayah Pesisir Indonesia, terutama di Wilayah Daerah
Istimewa Yogyakarta dimaksudkan, antara lain sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai
efektivitas peraturan perundang-undangan perikanan,dalam pengembangan perikanan
budidaya di wilayah pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta
2. Untuk
mengetahui lebih jauhketersediaan lapangan di sektor perikanan budidayapada
masyarakat nelayan di wilayah pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta
3. Untuk mengetahui lebih jauhproduktivitas
perikanan budidaya di wilayah pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan.
4. Untuk mengetahui lebih jauh peningkatan kontribusi
perikanan budidaya bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Daerah Istimewa Yogyakarta?.
5. Untuk
mengetahui lebih jauh potensi, tantangan dan hambatan pengembangan perikanan
budidaya di wilayah pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta
6. Untuk mengetahui lebih jauh aplikasi UU
Perikanan dalam peraturan daerah Daerah Istimewa Yogyakarta
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian Efektivitas
Peraturan Perundang-undangan Perikanan Budidaya Dalam Upaya Pemberdayaan
Masyarakat Nelayan di Wilayah Pesisir Indonesia, khususnya di wilayah pesisir
Daerah Istimewa Yogyakartaini, diharapkan :
1. Dapat memberi masukan pada
Instansi terkait di pusat bagi perbaikan dan penyempurnaan kebijakan perikanan
(peraturan perundang-undangan).
2. Dapat memberi masukan bagi penyusunan
atau penyempurnaan kebijakan perikanan (peraturan daerah) di Daerah Istimewa
Yogyakarta
E. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup dari penelitian
efektivitas peraturan perundang-undangan perikanan budidaya ini adalah mencakup
fungsi dan manfaat serta asas-asas pengaturan pengelolaan perikanan yang
strategis dalam pembangunan perekonomian nasional, khususnya di Daerah Istimewa
Yogyakarta, sebagai upaya peningkatan perluasan kesempatan kerja, pemerataan
pendapatan, dan peningkatan taraf hidup nelayan pembudidaya ikan, dan pelaku
usaha di bidang perikanan dengan tetap memelihara lingkungan dan ketersediaan
sumber daya ikan di wilayah pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan. Kemudian penelitian ini juga hendak melihat
prospek, hambatan dan tantanganpengembangan perikanan budidaya serta kendala
pengimplementasian kebijakan perikanan budidaya di wilayah pesisir Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Selanjutnya penelitian ini juga akan
melihat upaya-upaya pemerintah daerah dalam menyikapi berbagai masalah pada
sektor perikanan budidaya, sehingga dapat mengatasi hambatan dan tantangan bagi
kesinambungan pengembangan perikanan budidaya secara terpadu sebagai bagian
dari pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta.
F. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian hukum ini adalah
penelitian hukum normatif-empiris. Penelitian hukum normatif berupa penelitian
kepustakaan (library research) untuk memperoleh data-data berupa dokumen
hukum baik yang berupa peraturan perundang-undangan, Jurnal, hasil penelitian
sebelumnya, buku-buku dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan pokok
permasalahan yang diteliti. Salah satu ciri dari penggunaan pendekatan
normatif, yaitu melalui analisis dan kajian terhadap norma-norma terkait yang
berlaku (“existing laws and regulations”). Pendekatan normatif ini
dipandang relevan guna menilai sejauh mana norma-norma yang berlaku masih mampu
mengakomodasikan perkembangan dan kecenderungan yang terjadi di masyarakat.
Melalui pendekatan hukum ini, diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang
implementasi pengaturan perikanan budidaya berikut permasalahannya, yang
selanjutnya akan digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi upaya
merevisi suatu regulasi. Di samping penelitian hukum normatif, juga akan
melakukan penelitian lapangan untuk mendapatkan masukan dalam mendukung
perbaikan atau revisi regulasi dimaksud di atas. Penulis akan melakukan serangkaian wawancara dengan
pihak-pihak terkait yang relevan dengan penelitian ini. Disamping itu juga akan
meminta masukan dari narasumber seperti ahli hukum dan ahli dibidang
perikanan..
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif – analitik. Penelitian yang bersifat
deskriptif pada umumnya memiliki ciri-ciri yaitu: (a) memusatkan diri pada
pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-masalah
yang aktual, serta (b) data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan
kemudian dianalisis. Sedangkan yang dimaksud analitik adalah menggambarkan
fakta-fakta yang ditelilti dihubungkan, dibandingkan dan dianalisa secara
yuridis dengan menggunakan pisau analisis berupa peraturan perundang-undangan,
teori ilmu hukum serta pendapat para ahli hukum sehingga dapat menuntaskan dan
menjawab pokok permasalahan sebagaimana dikemukakan pada Identifikasi
Permasalahan.
3. Tahapan Penelitian
Penelitian hukum ini dilakukan dalam
2 (dua) tahap, yaitu:
a. Penelitian Kepustakaan (library
research)
Penelitian kepustakaan ini
dimaksudkan untuk mendapatkan data sekunder, berupa bahan-bahan hukum, yang
meliputi bahan hukum primer yakni peraturan perundang-undangan yang berlaku,
bahan hukum sekunder yakni bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan lebih
lanjut pada bahan hukum primer seperti literatur dan hasil penelitian, dan
bahan hukum tertier yakni bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum
ensiklopedia dan lain-lain.
b. Penelitian Lapangan (Field
Research)
Penelitian lapangan ini dimaksudkan
untuk menunjang data sekunder yaitu dengan cara mengumpulkan, meneliti dan
menyeleksi data melalui wawancara diantaranya dengan para ahli hukum dan ahli
di bidang perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Perikanan Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten/Kota lingkup Daerah Istimewa Yogyakarta, Biro
Hukum Propinsi dan Kabupaten/Kota, masyarakat nelayan pembudidaya, perusahaan
pembudidaya, organisasi nelayan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang
bergerak di perikanan.
4. Teknik dan Analisis Data
Dalam penelitian hukum ini, metode
analisa data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Penerapan metodologi
ini bersifat luwes, tidak terlalu rinci, tidak harus mendefinisikan konsep,
memberi kemungkinan bagi perubahan-perubahan
manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar, menarik, unik dan bermakna
di lapangan. Metode dalam penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri yang unik
berkenaan dengan permasalahan penelitian (bermula dari pernyataan luas dan
umum), pengumpulan data (fleksibel, terbuka, kualitatif), penyimpulan temuan
(induktif dan tidak digeneralisasikan). Tujuan akhir dari penelitian kualitatif
pada umumnya adalah untuk memahami (“to understand”) fenomena tertentu,
dalam hal ini mekanisme dan implementasi penyelesaian berbagai jenis sengketa.
DAFTAR
PUSTAKA
Andika
Satjiptpo. Disertasi. Ketertiban dan
Keadilan Merupakan Tugas Hukum, RajaGrafindo, Jogjakarta, 2002
Bagir
Manan. Pembinaan Hukum, Kumpulan
Karya Tulis Menghormati 70 tahun Prof.Dr. Mochtar Kusumaatmadja,SH;LL.M, Unpad
Press, Bandung, 1999
Bagir
Manan. Dasar-Dasar Konstitusional
Peraturan Perundang-Undangan Nasional, Makalah,. Jakarta,1993
Bomer
Pasaribu. Upaya Penataan Kembali
State Auxialiary Bodies Melalui Peraturan Perundang-Undangan. Dialog Hukum Dan
Non Hukum Dalam Sistem Ketatanegaraan. Diselenggarakan BPHN Bekerjasama dengan
Universitas Airlangga, Surabaya, 2007 BPHN, Jakarta, 2007
BPHN.Pola Pikir dan Kerangka Sistem Hukum Nasional Serta
Rencana Pembangunan Hukum Jangka Panjang, BPHN, Jakarta, 1995/1996
Bryan
A. Garner. Editor in Chief, Black’s
Law Dictionary, Sint Paul Minn, West Publishing Co, United states of America
CFG
Sunaryati Hartono. Menentukan Politik
Hukum Ekonomi Bagi Indonesia Dalam Kurun Waktu Tahun 2004-2009, dalam Laporan
Forum dialog Nasional Hukum dan Non Hukum, 7-9 September 2004, BPHN, Jakarta,
2004
Cunan.
Development Countries and Welfare,
Harvard University Press, Boston,USA, 1999
W.Friedman.
Legal Theory., Stevens and Sons,
England, 1960, Terj. Arifin, Muhammad, Rajawali, Jakarta, 1990
Hamid
Atamimi. Peraturan Presiden Dalam
Pembentukan Hukum Indonesia, Bahan Kuliah Kerjasama Indonesia Belanda,
Pusdiklat Dep.Kehakiman, Jakarta, 1989
John
Austin. The Pure Theoy of Law and
Analytical Jurisprudence,Harv .L Lev, , Boston USA,1941. 18
John
Rawls. A Theory of Justice, Harvard
University Press, 1995, Teori Keadilan, penterjemah Uzair Fauzan,
Pustaka Pelajar, Jogyakarta
Kenichi
Ohmae. Government in The Post
–National Era. Whaton Shcool Publishing, Pensylvania …………..The Next Global
Stage, Challenges And Opportunities in Our Borderless World, Whaton Shcool
Publishing, Apple Sadle River , New Jersey 07458, 2005
Kusnu
GoesniadhieS. Harmonisasi Hukum Dalam
Perspektif Perundang-undangan (Lex Spesialis Suatu Masalah), JP BOOKS,
Surabaya, 2006 Landsberger. Land and Prosperity and Development
Countries, Harvard University Press, Boston, USA, 2002
M.R.
Mok. Economisch Recht’ dalam
“Problemen van Wetgeving”. Kluwer. Deventer. Nederland, 1982
Mochtar
Kusumaatmadja. Fungsi Hukum Dalam
Pembangunan Nasional, BinaCipta, Jakarta
..............
Pembinaan Dan Pembaharuan Hukum Dalam Pembangunan Nasional, BinaCipta, Bandung,
1978
Moh.
Koesnoe. Nilai Dasar Tata Hukum
Nasional UII Press, Jogjakarta,1997
Selo
Sumardjan.Adat, modernisasi dan
pembangunan, Dalam Kumpulan tulisan mengenang Teuku Mohamad Radhie, UPT
Penerbitan Universitas Tarumanegara,Jakarta,1993
Subekti.Beberapa Pemikiran Mengenai Sistem Hukum Nasional Yang
Akan Datang, Makalah Seminar Hukum Nasional IV, BPHN, Jakarta, 1979
Sunaryati
Hartono. Pembinaan Hukum Nasional
Dalam Suasana Globalisasi Masyarakat Dunia, Pidato Pengukuhan Guru Basar Tetap
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, 1 Agustus 1991, Unpad Press,
Bandung, 1991
No comments:
Post a Comment