Wednesday, 5 November 2014

CONTOH PROPOSAL PENELITIAN TENTANG EFEKTIVITAS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERIKANAN BUDIDAYA DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT NELAYAN DI WILAYAH PESISIR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA



A. Pendahuluan
Negara Republik Indonesia sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memiliki kedaulatan yurisdiksi atas wilayah perairan Indonesia, serta kewenangan dalam menetapkan pengaturan tentang pemanfaatan sumber daya ikan, baik untuk penangkapan maupun pembudidayaan ikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Namun pemanfaatan sumber daya ikan harus tetap memperhatikan prinsip kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya serta kesinambungan pembangunan perikanan nasional secara berkelanjutan.
Pembudidayaan perikanan merupakan fokus pembangunan wilayah pesisir dalam program pembangunan nasional ke depan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah pesisir. Mengingat secara de facto bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan luas laut sekitar 3,1 juta km2 (0,3 juta km2 perairan teritorial; dan 2,8 juta km2 perairan nusantara) atau 62% dari luas teritorialnya.
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hukum Laut Tahun 1982 yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 1985 tentang pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea 1982, menempatkan Indonesia memiliki hak berdaulat (sovereign rights) untuk melakukan pemanfaatan, konservasi, dan pengelolaan sumber daya ikan di Zona Ekonomi Ekskluisf (ZEE) Indonesia, dan Laut Lepas yang dilaksanakan berdasarkan persyaratan atau standar internasional yang berlaku.
Indonesia diberi hak kewenangan memanfaatkan Zona Ekonomi Eksklusif seluas 2,7 juta km2 yang menyangkut eksplorasi, eksploitasi dan pengelolaan sumber daya hayati dan non hayati, penelitian, dan yuridikasi mendirikan instalasi atau pulau buatan. Batas ZEE ini adalah 200 mil dari garis pantai pada surut terendah. Disamping itu, wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alamnya, baik sumber daya alam yang dapat pulih maupun sumber daya alam yang tidak dapat pulih. Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati (biodiversity) laut terbesar di dunia, karena memiliki ekosistem pesisir seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, yang sangat luas dan beragam yang menjadi tempat pembudidayaan perikanan.


Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut, memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan beragam. Potensi perikanan yang dimiliki merupakan potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan untuk masa depan bangsa, sebagai tulang punggung pembangunan nasional. Pemanfaatan secara optimal diarahkan pada pendayagunaan sumber daya ikan dengan memperhatikan daya dukung yang ada dan kelestariannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil, meningkatkan penerimaan devisa negara, menyediakan perluasan kesempatan kerja, meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan daya saing hasil perikanan serta menjamin kelestarian sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan serta tata ruang. Hal ini berarti bahwa pemanfaatan sumber daya perikanan harus seimbanga dengan daya dukungnya, sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat secara terus menerus. Salah satunya dilakukan dengan pengendalian usaha perikanan melalui pengaturan pengelolaan perikanan.
Dengan wilayah perairan dan garis pantai yang demikian luas dan panjang, maka tidak mengherankan bila masyarakat Indonesia banyak yang menggantungkan hidupnya di laut sebagai nelayan. Akan tetapi kehidupan dan kesejahteraan nelayan seakan bertolak belakang dengan realitas data yang menyatakan bahwa wilayah Indonesia luas dengan sumber daya ikan dan biota laut yang melimpah. Kenyataan yang muncul ke permukaan justru keprihatinan akibat kemiskinan para nelayan. Perjuangan mereka amat panjang dan melelahkan untuk mencari dan menangkap ikan. Berbagai tantangan mereka hadapi baik ombak, cuaca yang tidak menentu, bersaing dengan kapal-kapal nelayan besar bahkan hingga dihadang kapal nelayan asing yang mencuri ikan. Ketidakberdayaan nelayan makin dirasakan manakala cuaca tidak bersahabat, acap kali para nelayan tidak dapat melaut dan dengan terpaksa harus menjual barang-barang miliknya atau menghutang demi untuk menghidupi istri dan anak. Potret sebagian besar nelayan kita adalah tergolong kaum marjinal, miskin pengetahuan teknologi penangkapan ikan dan lemah permodalan. Sehingga para nelayan tidak memiliki kapal yang mampu berlayar menangkap ikan diperairan dalam dan laut lepas. Dengan keadaan tersebut sangatlah sulit jika harus bertarung mendapatkan ikan di tengah laut dengan kapal-kapal besar yang dilengkapi teknologi penangkapan dan penginderaan. Rokhmin Dahuri mengatakan bahwa Lebih dari 90 persen armada kapal ikan Indonesia terkonsentrasi di perairan pesisir dan laut dangkal seperti Selat Malaka, pantura, Selat Bali dan pesisir selatan Sulawesi. Di situ pula sebagian besar telah mengalami kelebihan tangkap. Jika laju penangkapan ikan seperti sekarang berlanjut, tangkapan kapal akan menurun, nelayan semakin miskin dan sumber daya ikan pun punah. Selanjutnya ia katakan, Sebaliknya jumlah kapal ikan Indonesia yang beroperasi di laut lepas, laut dalam, dan wilayah perbatasan seperti Laut Natuna, Laut Cina Selatan, Laut Sulawesi, Laut Seram, Laut Banda, Samudera Pasifik, Laut Arafura dan Samudera Hindia bisa dihitung dengan jari.1 Lebih lanjut dikatakan bahwa Potensi ekonomi perikanan yang jauh lebih besar sesungguhnyaa terdapat diperikanan budidaya (akuakultur). Namun sampai saat ini pemanfaatan perikanan budidaya masih sangat rendah, hanya 4,88 juta ton pada 2010 atau 8,5 persen dari total produksi 57,6 juta ton per tahun. Pada hal, permintaan terhadap beragam produk akuakultur untuk memenuhi kebutuhan pangan, obat dan bahan baku industri terus meningkat.
Salah satu harian nasional memberitakan bahwa keberlanjutan perikanan nasional kian terancam oleh ketertinggalan nelayan, lemahnya infrastruktur, pencurian ikan yang masih merajalela, dan arus impor ikan yang memukul daya saing, Keberpihakan pemerintah terhadap sektor perikanan dinilai masih rendah. Selanjutnya dikatakan bahwa Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2009 -2014 Sharif Cicip Sutardjo, menegaskan, pihaknya mendorong pengembangan mata pencaharian alternatif bagi nelayan, yakni ke sektor perikanan budidaya dan pengolahan ikan. Oleh karena itu keberpihakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada masyarakat nelayan mutlak diprioritaskan terutama dengan pengembangan pembudidayaan perikanan di wilayah perairan Indonesia sebagai upaya peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat nelayan dan pembukaan kesempatan kerja bagi masyarakat lainnya. Disamping itu, pembudidayaan perikanan juga diharapkan dapat melestarikan sumber daya perikanan guna meningkatkan produktivitas perikanan dalam menunjang pendapatan daerah. Keberpihakan pemerintah daerah tersebut harus diwujudkan dalam regulasi dengan pembuatan peraturan daerah sebagai implementasi peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi. Peraturan perundang-undangan yang mengatur perikanan pertama kali dikeluarkan adalah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan. Namun undang-undang ini kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Alasan yang menjadi pertimbangan adalah bahwa Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 belum menampung semua aspek pengelolaan sumber daya ikan dan juga belum mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum serta perkembangan teknologi dalam rangka pengelolaan sumber daya ikan. Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 juga kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Dasar pertimbangan perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 adalah bahwa undang-undang ini belum sepenuhnya mampu mengantisipasi perkembangan teknologi dan kebutuhan hukum dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumber daya ikan. Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 dalam Pasal 1 angka 6 disebutkan bahwa pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya. Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 7 disebutkan bahwa Pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. Pengelolaan perikanan budidaya memiliki peran penting dan strategis dalam pembangunan perekonomian nasional, terutama dalam meningkatkan perluasan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan. Pengelolaan tersebut tidak bisa diserahkankan begitu saja pada masyarakat nelayan, tapi diperlukan dukungan pemerintah daerah seperti penetapan lokasi, penganggaran, perencanaan sampai pada tingkat pengaturan. Mengingat kondisi wilayah dan masyarakat masing-masing daerah berbeda satu dengan yang lain. Maka, pengelolaan perikanan tidak cukup hanya diatur dalam peraturan perundang-undangan lebih tinggi tapi perlu dijabarkan dalam bentuk peraturan perundang- undangan yang tingkatannya lebih rendah, seperti peraturan daerah. Karena daerah setempatlah yang lebih memahami kondisi wilayah dan kemampuan masyarakat nelayan masing-masing. Namun penerapan undang-undang perikanan tersebut di atas dalam pelaksanaannya bisa jadi kurang optimal jika masing-masing pemerintah daerah tidak segera membuat peraturan daerah sebagai aplikasi dari peraturan perundang-undangan perikanan yang disesuaikan dengan kondisi wilayah pesisir setempat. Dengan demikian, maka penelitian efektivitas peraturan perundang-undangan perikanan budidaya dalam upaya pemberdayaan masyarakat nelayan di wilayah pesisir Indonesia akan di fokuskan pada penelitian efektivitas kebijakan, dalam hal ini peraturan perundang-undangan mulai dari tingkat Undang-undang sampai dengan Peraturan Daerah, yang mengatur perikanan budidayakhususnya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
B. Perumusan Masalah

Dari uraian tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.  Bagaimana efektivitas Peraturan Perundang-undanganPerikananNomor 31 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, dalam mendukung pengembangan perikanan budidaya di Daerah Istimewa Yogyakarta
2.  Apakah perikanan budidaya di wilayah pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta  telah mampu membuka kesempatan kerja pada masyarakat nelayan?
3.  Apakah produktivitas perikanan budidaya di Daerah Istimewa Yogyakarta telah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan?
4. Apakah perikanan budidaya di Daerah Istimewa Yogyakartatelah dapat meningkatkan kontribusi bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)?.
5.  Apa yang menjadi tantangan dan hambatan dalam pengembangan perikanan budidaya di wilayah pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta?.
6.  Apakah pengaturan perikanan budidaya dalam UU Perikanan sudah aplikasi dalam Peraturan Daerah (Perda) Daerah Istimewa Yogyakarta?.
C. Maksud Penelitian
Penelitian tentang Efektivitas Peraturan Perundang-undangan Perikanan Budidaya Dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat Nelayan di Wilayah Pesisir Indonesia, terutama di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dimaksudkan, antara lain sebagai berikut:
1.  Untuk mengetahui lebih jauh mengenai efektivitas peraturan perundang-undangan perikanan,dalam pengembangan perikanan budidaya di wilayah pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta
2. Untuk mengetahui lebih jauhketersediaan lapangan di sektor perikanan budidayapada masyarakat nelayan di wilayah pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta
3.  Untuk mengetahui lebih jauhproduktivitas perikanan budidaya di wilayah pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan.
4.    Untuk mengetahui lebih jauh peningkatan kontribusi perikanan budidaya bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Daerah Istimewa Yogyakarta?.
5. Untuk mengetahui lebih jauh potensi, tantangan dan hambatan pengembangan perikanan budidaya di wilayah pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta
6.   Untuk mengetahui lebih jauh aplikasi UU Perikanan dalam peraturan daerah Daerah Istimewa Yogyakarta
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian Efektivitas Peraturan Perundang-undangan Perikanan Budidaya Dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat Nelayan di Wilayah Pesisir Indonesia, khususnya di wilayah pesisir Daerah Istimewa Yogyakartaini, diharapkan :
1. Dapat memberi masukan pada Instansi terkait di pusat bagi perbaikan dan penyempurnaan kebijakan perikanan (peraturan perundang-undangan).
2. Dapat memberi masukan bagi penyusunan atau penyempurnaan kebijakan perikanan (peraturan daerah) di Daerah Istimewa Yogyakarta
E. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup dari penelitian efektivitas peraturan perundang-undangan perikanan budidaya ini adalah mencakup fungsi dan manfaat serta asas-asas pengaturan pengelolaan perikanan yang strategis dalam pembangunan perekonomian nasional, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai upaya peningkatan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, dan peningkatan taraf hidup nelayan pembudidaya ikan, dan pelaku usaha di bidang perikanan dengan tetap memelihara lingkungan dan ketersediaan sumber daya ikan di wilayah pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta sesuai dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Kemudian penelitian ini juga hendak melihat prospek, hambatan dan tantanganpengembangan perikanan budidaya serta kendala pengimplementasian kebijakan perikanan budidaya di wilayah pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selanjutnya penelitian ini juga akan melihat upaya-upaya pemerintah daerah dalam menyikapi berbagai masalah pada sektor perikanan budidaya, sehingga dapat mengatasi hambatan dan tantangan bagi kesinambungan pengembangan perikanan budidaya secara terpadu sebagai bagian dari pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta.



F. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif-empiris. Penelitian hukum normatif berupa penelitian kepustakaan (library research) untuk memperoleh data-data berupa dokumen hukum baik yang berupa peraturan perundang-undangan, Jurnal, hasil penelitian sebelumnya, buku-buku dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang diteliti. Salah satu ciri dari penggunaan pendekatan normatif, yaitu melalui analisis dan kajian terhadap norma-norma terkait yang berlaku (“existing laws and regulations”). Pendekatan normatif ini dipandang relevan guna menilai sejauh mana norma-norma yang berlaku masih mampu mengakomodasikan perkembangan dan kecenderungan yang terjadi di masyarakat. Melalui pendekatan hukum ini, diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang implementasi pengaturan perikanan budidaya berikut permasalahannya, yang selanjutnya akan digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi upaya merevisi suatu regulasi. Di samping penelitian hukum normatif, juga akan melakukan penelitian lapangan untuk mendapatkan masukan dalam mendukung perbaikan atau revisi regulasi dimaksud di atas. Penulis  akan melakukan serangkaian wawancara dengan pihak-pihak terkait yang relevan dengan penelitian ini. Disamping itu juga akan meminta masukan dari narasumber seperti ahli hukum dan ahli dibidang perikanan..
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif – analitik. Penelitian yang bersifat deskriptif pada umumnya memiliki ciri-ciri yaitu: (a) memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-masalah yang aktual, serta (b) data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan kemudian dianalisis. Sedangkan yang dimaksud analitik adalah menggambarkan fakta-fakta yang ditelilti dihubungkan, dibandingkan dan dianalisa secara yuridis dengan menggunakan pisau analisis berupa peraturan perundang-undangan, teori ilmu hukum serta pendapat para ahli hukum sehingga dapat menuntaskan dan menjawab pokok permasalahan sebagaimana dikemukakan pada Identifikasi Permasalahan.
3. Tahapan Penelitian
Penelitian hukum ini dilakukan dalam 2 (dua) tahap, yaitu:
a. Penelitian Kepustakaan (library research)
Penelitian kepustakaan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data sekunder, berupa bahan-bahan hukum, yang meliputi bahan hukum primer yakni peraturan perundang-undangan yang berlaku, bahan hukum sekunder yakni bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan lebih lanjut pada bahan hukum primer seperti literatur dan hasil penelitian, dan bahan hukum tertier yakni bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum ensiklopedia dan lain-lain.
b. Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian lapangan ini dimaksudkan untuk menunjang data sekunder yaitu dengan cara mengumpulkan, meneliti dan menyeleksi data melalui wawancara diantaranya dengan para ahli hukum dan ahli di bidang perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Perikanan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten/Kota lingkup Daerah Istimewa Yogyakarta, Biro Hukum Propinsi dan Kabupaten/Kota, masyarakat nelayan pembudidaya, perusahaan pembudidaya, organisasi nelayan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di perikanan.
4. Teknik dan Analisis Data
Dalam penelitian hukum ini, metode analisa data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Penerapan metodologi ini bersifat luwes, tidak terlalu rinci, tidak harus mendefinisikan konsep, memberi kemungkinan bagi perubahan-perubahan  manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar, menarik, unik dan bermakna di lapangan. Metode dalam penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri yang unik berkenaan dengan permasalahan penelitian (bermula dari pernyataan luas dan umum), pengumpulan data (fleksibel, terbuka, kualitatif), penyimpulan temuan (induktif dan tidak digeneralisasikan). Tujuan akhir dari penelitian kualitatif pada umumnya adalah untuk memahami (“to understand”) fenomena tertentu, dalam hal ini mekanisme dan implementasi penyelesaian berbagai jenis sengketa.

DAFTAR PUSTAKA
Andika Satjiptpo. Disertasi. Ketertiban dan Keadilan Merupakan Tugas Hukum, RajaGrafindo, Jogjakarta, 2002

Bagir Manan. Pembinaan Hukum, Kumpulan Karya Tulis Menghormati 70 tahun Prof.Dr. Mochtar Kusumaatmadja,SH;LL.M, Unpad Press, Bandung, 1999

Bagir Manan. Dasar-Dasar Konstitusional Peraturan Perundang-Undangan Nasional, Makalah,. Jakarta,1993

Bomer Pasaribu. Upaya Penataan Kembali State Auxialiary Bodies Melalui Peraturan Perundang-Undangan. Dialog Hukum Dan Non Hukum Dalam Sistem Ketatanegaraan. Diselenggarakan BPHN Bekerjasama dengan Universitas Airlangga, Surabaya, 2007 BPHN, Jakarta, 2007

BPHN.Pola Pikir dan Kerangka Sistem Hukum Nasional Serta Rencana Pembangunan Hukum Jangka Panjang, BPHN, Jakarta, 1995/1996

Bryan A. Garner. Editor in Chief, Black’s Law Dictionary, Sint Paul Minn, West Publishing Co, United states of America

CFG Sunaryati Hartono. Menentukan Politik Hukum Ekonomi Bagi Indonesia Dalam Kurun Waktu Tahun 2004-2009, dalam Laporan Forum dialog Nasional Hukum dan Non Hukum, 7-9 September 2004, BPHN, Jakarta, 2004

Cunan. Development Countries and Welfare, Harvard University Press, Boston,USA, 1999

W.Friedman. Legal Theory., Stevens and Sons, England, 1960, Terj. Arifin, Muhammad, Rajawali, Jakarta, 1990

Hamid Atamimi. Peraturan Presiden Dalam Pembentukan Hukum Indonesia, Bahan Kuliah Kerjasama Indonesia Belanda, Pusdiklat Dep.Kehakiman, Jakarta, 1989

John Austin. The Pure Theoy of Law and Analytical Jurisprudence,Harv .L Lev, , Boston USA,1941. 18

John Rawls. A Theory of Justice, Harvard University Press, 1995, Teori Keadilan, penterjemah Uzair Fauzan, Pustaka Pelajar, Jogyakarta

Kenichi Ohmae. Government in The Post –National Era. Whaton Shcool Publishing, Pensylvania …………..The Next Global Stage, Challenges And Opportunities in Our Borderless World, Whaton Shcool Publishing, Apple Sadle River , New Jersey 07458, 2005

Kusnu GoesniadhieS. Harmonisasi Hukum Dalam Perspektif Perundang-undangan (Lex Spesialis Suatu Masalah), JP BOOKS, Surabaya, 2006 Landsberger. Land and Prosperity and Development Countries, Harvard University Press, Boston, USA, 2002

M.R. Mok. Economisch Recht’ dalam “Problemen van Wetgeving”. Kluwer. Deventer. Nederland, 1982

Mochtar Kusumaatmadja. Fungsi Hukum Dalam Pembangunan Nasional, BinaCipta, Jakarta
.............. Pembinaan Dan Pembaharuan Hukum Dalam Pembangunan Nasional, BinaCipta, Bandung, 1978

Moh. Koesnoe. Nilai Dasar Tata Hukum Nasional UII Press, Jogjakarta,1997

Selo Sumardjan.Adat, modernisasi dan pembangunan, Dalam Kumpulan tulisan mengenang Teuku Mohamad Radhie, UPT Penerbitan Universitas Tarumanegara,Jakarta,1993

Subekti.Beberapa Pemikiran Mengenai Sistem Hukum Nasional Yang Akan Datang, Makalah Seminar Hukum Nasional IV, BPHN, Jakarta, 1979

Sunaryati Hartono. Pembinaan Hukum Nasional Dalam Suasana Globalisasi Masyarakat Dunia, Pidato Pengukuhan Guru Basar Tetap Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, 1 Agustus 1991, Unpad Press, Bandung, 1991

No comments:

Post a Comment