Wednesday, 5 November 2014

PEMANTAUAN KADAR LOGAM BERAT MERKURI (Hg), KADMIUM (Cd), DAN TIMBAL (Pb) YANG TERKANDUNG DALAM DAGING KERANG HIJAU (Perna viridis Linn) YANG BERASAL DARI PERAIRAN TELUK JAKARTA



Oleh : Ahmad Dwi Kurniawan,S.Pi



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang

Pembangunan yang pesat di bidang industri di satu sisi akan meningkatkan kualitas hidup manusia yaitu dengan meningkatkan pendapatan masyarakat, tetapi di lain sisi akan menurunkan tingkat kesehatan masyarakat akibat limbah  dan pencemaran yang ditimbulkan oleh industri-industri dan rumah tangga. Salah satu pencemaran air adalah masuknya logam berat dalam perairan. Peningkatan kadar logam berat ini dalam perairan akan mencemari organisme yang hidup di perairan tersebut seperti kerang, ikan dan biota lainnya. Pemanfaatan biota ini sebagai bahan konsumsi makanan akan membahayakan kesehatan manusia
Kerang Hijau (Perna viridis Linn.) merupakan salah satu komoditi perika
nan yang sudah lama
Kerang Hijau (Perna viridis Linn.) merupakan salah satu komoditi perikanan yang sudah lama
Kerang Hijau (Perna viridis Linn.) merupakan salah satu komoditi perikanan yang sudah lama dikenal dan dewasa ini kerang jenis tersebut telah banyak dibudidayakan. Teknik budidayanya mudah dikerjakan, tidak memerlukan modal yang besar dan dapat dipanen setelah berumur 6-7 bulan. Hasil panen Kerang Hijau per hektar per tahun dapat mencapai 200-300 ton kerang utuh atau sekitar 60-100 ton daging kerang (Porsepwandi, 1998).
Hutagalung (1991), menyatakan kandungan logam berat tertinggi ditemukan pada jenis kerang-kerangan karena organisme ini merupakan organisme invertebrata filter feeder dan hidup menetap. Selanjutnya Hutagalung (1991), menyatakan bahwa kandungan logam berat dalam daging organisme perairan biasanya lebih tinggi daripada kandungan logam berat pada perairannya sendiri, karena logam berat tersebut akan terakumulasi di dalam dagingnya.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka perlu adanya suatu upaya untuk menurunkan kandungan logam berat pada daging Kerang Hijau sehingga pengaruh negatif terhadap kesehatan masyarakat yang mengkonsumsinya dapat dicegah secara dini. Logam berat Hg, Cd, dan Pb diambil sebagai logam berat yang direduksi karena menurut Hutagalung (1991), ketiga logam berat ini mempunyai tingkat toksisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan logam berat lainnya serta menurut SNI batas maksimal Hg yang ada pada bahan baku merupakan batas maksimal terkecil dibandingkan dengan jenis logam berat lain yaitu sebesar 0,5 mg/kg.


1.2.  Permasalahan

Pencemaran logam berat Hg, Cd, dan Pb pada daging Kerang Hijau akan menyebabkan keracunan bagi masyarakat yang mengkonsumsinya karena logam berat tersebut termasuk jenis logam berat yang mempunyai tingkat toksisitas tinggi serta bersifat menumpuk/akumulatif pada tubuh manusia yang mengkonsumsinya. Menurut LeCoultre (2001), akibat yang ditimbulkan karena keracunan logam berat Hg antara lain adalah neurotoksik (merusak syaraf) dan teratotoksik (kerusakan pada kromosom yang dapat mengakibatkan kemandulan), sedangkan akibat yang ditimbulkan oleh keracunan Cd adalah kerusakan hati, ginjal, paru-paru dan tulang serta bersifat karsinogen. Keracunan logam Pb akan menyebabkan kerusakan paru-paru dan kerusakan syaraf (neurotoksik).

1.3.  Pendekatan Masalah

Saat ini meskipun sudah ada himbauan larangan mengkonsumsi Kerang Hijau yang berasal dari perairan Teluk Jakarta, tetapi masih banyak ditemui produk perikanan ini di pasaran bebas yang dikonsumsi masyarakat. Pemantauan terhadap kadar logam berat Hg, Cd, dan Pb dalam daging Kerang Hijau dilakukan untuk memonitor kadar logam berat tersebut dalam daging Kerang Hijau yang berasal dari perairan Teluk Jakarta.

1.4.  Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1.    Untuk mengetahui kadar logam berat yang terkandung dalam daging Kerang Hijau yang beredar di pasaran.
2.    Untuk memberikan rekomendasi terkait kandungan logam berat Hg, Cd, dan Pb pada daging Kerang Hijau.



1.5.  Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait kandungan logam berat Hg, Cd, dan Pb pada daging Kerang Hijau (Perna viridis Linn.) serta dapat memberikan informasi sebagai monitoring pencemaran logam berat khususnya logam Hg, Cd, dan Pb di perairan Teluk Jakarta.

1.6.  Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 bertempat di Laboratorium Kimia Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Jakarta.
























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerang Hijau (Perna viridis Linn.)

            Kerang Hijau (Perna viridis Linn.) merupakan salah satu jenis kerang yang termasuk dalam golongan moluska (binatang lunak) yang bercangkang dua (bivalvia), dengan insang yang berlapis-lapis (lamellabranchia), berkaki kapak (palecypod) dan umumnya hidup di laut (Irwansyah, 1995).
            Klasifikasi Kerang Hijau (Perna viridis Linn.) menurut Bishop (2005), adalah sebagai berikut :
Filum               : Mollusca
Klass               : Bivalvia
Ordo                : Lamellabranchia atau Filibranchia
Famili              : Mytilidae
Genus             : Perna
Spesies           : Perna viridis Linn.
            Kerang Hijau pada umumnya tersebar luas di banyak muara sungai perairan Indonesia dan perairan tropika lainnya. Kerang Hijau umumnya hidup menempel pada dasar (substrat) yang keras seperti kayu, batu, bangunan beton, lumpur dan lain-lain (Irwansyah, 1995).
            Kerang Hijau termasuk salah satu kerang yang bernilai ekonomis tinggi yang produksinya cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Kerang ini termasuk makanan yang baik untuk kesehatan karena dalam 100 gram daging Kerang Hijau mengandung protein 11,9 gr, lemak 2,24 gr, karbohidrat 3,69 gr, serta berbagai mineral, vitamin, dan kolesterol (Hartanti, 1998).
            Kerang Hijau sering disebut sebagai highly specialized filter feeder yang sering digunakan sebagai bioindikator pencemaran perairan karena organisme ini bersifat menetap, penyebarannya luas, masih mampu hidup pada daerah tercemar, dominan di laut dangkal dan dapat mengakumulasi logam berat dari perairan. Makanan Kerang Hijau terdiri dari jasad-jasad renik terutama fitoplankton dan partikel-partikel organik serta zooplankton (Irwansyah, 1995).

2.2.Pencemaran dan Toksisitas Logam Berat

Hutagalung (1991), mendefinisikan pencemaran yaitu masuknya atau dimasukkannya zat atau energi oleh manusia baik secara langsung maupun tidak langsung ke dalam lingkungan laut yang menyebabkan efek membahayakan bagi kesehatan manusia. Suatu lingkungan hidup dikatakan tercemar apabila telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan tersebut sebagai akibat dari masuknya bahan-bahan pencemar atau polutan (Palar, 1994).
            Salah satu unsur pencemar perairan yang bersifat cukup toksik dan senantiasa perlu diwaspadai adalah logam berat. Irwansyah (1995), menyatakan bahwa pengaruh pencemaran logam berat dapat menimbulkan berbagai masalah, antara lain:
-          Berhubungan dengan estetika seperti perubahan bau, warna, dan rasa air.
-          Menimbulkan bahaya bagi kehidupan tanaman dan hewan.
-          Berbahaya bagi kehidupan manusia.
-          Menyebabkan kerusakan pada ekosistem perairan.
Logam berat dalam keadaan murni umumnya mempunyai sifat kurang berbahaya dibandingkan dengan senyawanya. Senyawa logam berat organik lebih berbahaya daripada senyawa logam berat anorganik. Daya racun atau toksisitas logam berat tersebut tergantung dari logam lain, usia dan aktifitas organisme. Hg dalam bentuk organik lebih toksik daripada bentuk anorganik. Logam Mn, Fe dan Se dapat mengurangi daya toksik Hg (bersifat antagonis), sedangkan Cu dapat menambah daya toksik Hg dan Pb (bentuk sinergis) (Hutagalung, 1991).
Menurut Darmono (2001) dalam Dinata (2004), ada beberapa faktor yang memengaruhi daya toksisitas logam dalam air terhadap makhluk yang hidup di dalamnya, di antaranya adalah:
1.    Bentuk ikatan kimia dari logam yang terlarut.
2.    Pengaruh interaksi antara logam dan jenis toksikan lainnya.
3.    Pengaruh lingkungan seperti suhu, kadar garam, pH dan kadar oksigen yang terlarut dalam air.
4.    Kondisi hewan, fase siklus hidup (telur, larva, dewasa), besarnya ukuran organisme, jenis kelamin, dan kecukupan kebutuhan nutrisi.
5.    Kemampuan hewan menghindar dari pengaruh polusi atau pencemaran.
6.    Kemampuan organisme untuk beraklimatisasi terhadap bahan toksik logam.
Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, tingkat atau daya racun logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai berikut; merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam (Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan kobalt (Co) (Sutamiharja dkk, 1982). Menurut Darmono (1995), Urutan toksisitas logam berat dari yang tertinggi ke yang paling rendah terhadap manusia yang mengkonsumsi ikan yang tercemar adalah  Hg2+>Cd2+>Ag2+>Ni2+>Pb2+>As2+>Zn2+. Sedangkan menurut Kementerian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990), sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok, yaitu yang bersifat toksik tinggi yang terdiri dari Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn. Bersifat toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co, sedangkan yang bersifat toksik rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe. Selain itu, penurunan pH, DO dan salinitas akan menaikkan daya toksik dari logam berat (Hutagalung, 1991).
Irwansyah (1995), menyatakan kemampuan organisme menyerap logam berat di perairan berbeda-beda. Umumnya logam berat sampai ke organisme melalui absorbsi, rantai makanan, dan insang tergantung pada jenis organismenya. Adapun cara penyerapan logam berat oleh berbagai organisme adalah sebagai berikut :
1.         Phytoplankton menyerap logam berat terbesar di perairan melalui adsorbsi dan umumnya dalam bentuk anorganik.
2.         Zooplankton menyerap logam berat melalui makanan.
3.         Benthos menyerap logam berat melalui makanan dan dihancurkan dalam usus, kemudian diserap dan ditransfer ke hati serta disimpan dalam ginjal.
4.         Ikan menyerap logam berat melalui insang, kemudian ditransfer melalui darah ke ginjal. Logam berat anorganik dalam ginjal diekskresikan, sedangkan logam berat organik tetap terakumulasi dalam jaringan.
Berdasarkan daya hantar listrik, semua unsur kimia yang terdapat dalam susunan berkala unsur-unsur dapat dibagi atas dua golongan yaitu logam dan non logam. Berdasarkan densitasnya, golongan logam dapat dibagi atas dua golongan yaitu logam berat dan logam ringan (Clark, 1992). Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan berat jenis lebih besar dari 5 gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari periodik 4 sampai 7. Adanya logam berat di perairan, berbahaya baik secara langsung terhadap kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap manusia (Sutamiharja, 1982 dalam Marganof, 2003).
 Menurut Sutamiharja (1982) dalam Marganof (2003), sifat-sifat logam berat yaitu :
1.    Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan).
2.    Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi organisme tersebut.
3.    Mudah terakumulasi dalam sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi logam dalam air. Di samping itu, sedimen mudah tersuspensi karena pergerakan masa air akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar potensial pada skala waktu tertentu.

2.3.Merkuri (Hg)

            Palar (1994), menyatakan bahwa keracunan yang diakibatkan oleh logam merkuri dalam tubuh umumnya bersifat permanen yang dapat mengakibatkan keracunan akut dan keracunan kronis. Batas maksimum akumulasi logam Hg dalam tubuh ikan dan organisme untuk dikonsumsi yang ditetapkan oleh Kep. Ditjen POM No. 03725/B/SK/1989 dan FAO/WHO (1976) adalah sebesar         0,5 ppm.
            Merkuri dan arsen biasanya berasal dari bahan kimia yang ditambahkan selama proses pengekstraksian bijih emas. Senyawa merkuri digunakan sebagai senyawa amalgam untuk emas (membantu pengikatan emas) dalam tailing yang akan diekstraksi. Tailing yang mengandung bijih emas akan terikat bersama merkuri. Pada keracunan kronis, gejala khusus yang dapat diamati dinamakan dengan ”erethism” dengan gejala tangan yang gemetaran, kehilangan ingatan, mudah pelupa, hiper aktif, mempunyai rasa takut yang berlebihan (paranoid), dan menjadi gila (Hu, 2002). Gejala keracunan awal yang dapat teramati pada manusia, adalah rasa gatal dan ruam-ruam pada bagian tubuh yang terkena air laut yang terkontaminasi logam berat. Sedangkan dampak jangka pendek akibat mengonsumsi biota laut yang terkontaminasi logam berat adalah mual dan muntah-muntah. Dampak jangka panjangnya berupa gangguan sistem saraf, penyakit kanker, dan gangguan reproduksi (Depkes RI, 2004).

2.4.Kadmium (Cd)

            Kadmium jarang ditemukan dalam keadaan bebas di alam, biasanya berikatan dengan oksigen, klorida, sulfat, dan sulfit. Kadmium sering menjadi produk sampingan dari ekstraksi Pb, Zn, dan Cu. Letusan gunung berapi adalah sumber kadmium dari alam yang terbesar. Kadmium dari dalam air berasal dari pembuangan industri dan limbah pertambangan. Logam ini sering digunakan sebagai pigmen pada keramik, dalam penyepuhan listrik, pada pembuatan alloy, dan baterai alkali (LeCoultre, 2001).
Kadmium adalah elemen non esensial yang dibutuhkan tubuh. Keracunan yang disebabkan oleh kadmium biasa disebut dengan ”itai-itai desease”    (Ansari, et al., 2001). Efek keracunan yang ditimbulkannya berupa penyakit paru-paru, hati, tekanan darah tinggi, gangguan pada system ginjal dan kelenjar pencernaan serta mengakibatkan kerapuhan pada tulang (Marganof, 2003).
Marganof (2003), menyatakan bahwa keracunan kadmium dapat bersifat akut dan kronis. Dosis akut (10-30 mg/kg berat badan per hari) dapat menyebabkan beberapa iritasi saluran pencernaan, muntah-muntah, diare, dan pengeluaran air ludah secara berlebihan, sedangkan pada dosis 25 mg/kg berat badan dapat menyebabkan kematian. Ansari et al. (2004), menambahkan bahwa keracunan kronis yang disebabkan karena menghirup senyawa kadmium berupa asap atau debu akan mengakibatkan pembengkakan pada paru-paru, dimana pundi-pundi udara pada paru-paru akan menggelembung sehingga mengurangi kapasitas dari paru-paru tersebut.

2.5.Timbal (Pb)

            Logam timbal (Pb) berasal dari buangan industri metalurgi, yang bersifat racun dalam bentuk Pb-arsenat. Dapat juga berasal dari poses korosi lead bearing alloys. Kadang-kadang terdapat dalam bentuk kompleks dengan zat organik seperti hexaetil timbal dan tetra alkil lead (TAL). Pada hewan dan manusia, timbal masuk melalui makanan dan minuman yang dikonsumsi serta melalui  pernafasan dan penetrasi pada kulit. Di dalam tubuh manusia, timbal dapat menghambat aktifitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin sehingga dapat menyebabkan penyakit anemia. Gejala yang diakibatkan dari keracunan logam timbal adalah kurangnya nafsu makan, kejang, muntah, dan pusing-pusing. Timbal dapat juga menyerang susunan syaraf  dan mengganggu system reproduksi, kelainan ginjal, dan kelainan jiwa (Marganof, 2003).
Timbal (Pb) dan persenyawaannya dapat berada di dalam badan perairan secara alamiah dan sebagai dampak aktivitas manusia. Secara alamiah Pb dapat masuk ke badan perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Selain itu proses korofikasi dari bantuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin. Badan perairan yang telah kemasukan senyawa atau ion-ion Pb akan menyebabkan jumlah Pb yang ada melebihi konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian bagi biota perairan tersebut. Konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg/l dapat membunuh ikan-ikan diperairan (Suharto, 2001).
Pada jaringan atau organ tubuh logam Pb akan terakumulasi pada tulang. Karena dalam bentuk ion Pb2+, logam ini mampu menggantikan keberadaan ion Ca2+ (kalsium) yang terdapat pada jaringan tulang. Disamping itu pada wanita hamil, logam Pb dapat dapat melewati plasenta dan kemudian akan ikut masuk dalam sistem peredaran darah janin dan selanjutnya setelah bayi lahir Pb, akan dikeluarkan bersama air susu. Meskipun jumlah Pb yang diserap oleh tubuh hanya sedikit ternyata logam Pb ini sangat berbahaya. Hal itu disebabkan senyawa-senyawa Pb dapat memberikan efek racun terhadap berbagai macam fungsi organ tubuh (Suharto, 2001).
Keracunan yang disebabkan oleh logam Pb dalam tubuh dapat mempengaruhi organ-organ tubuh antara lain sistem saraf, ginjal, sistem reproduksi, sistem endokrin dan jantung. Logam Pb dapat menyebabkan gangguan pada otak, sehingga anak mengalami gangguan kecerdasan dan mental (Suharto, 2001).

2.6. Akumulasi Logam Berat pada Tubuh Kerang Hijau

Hutagalung (1991), menyatakan bahwa bioakumulasi merupakan masuknya bahan pencemar ke dalam laut yang kemudian mengalami proses akumulasi secara biologis. Akumulasi logam berat yang terjadi pada organisme karena logam berat yang masuk ke dalam tubuhnya cenderung membentuk senyawa komplek dengan zat-zat yang terdapat pada tubuh organisme tersebut sehingga terfiksasi dan tidak dieksreksikan.
Logam berat dalam air kebanyakan berbentuk ion. Logam tersebut diserap oleh kerang dapat secara langsung melalui air yang melewati membran insang atau melalui makanan. Logam berat yang turut masuk melalui makanan, yang kemudian masuk ke dalam lambung dan usus kemudian diangkut oleh darah ke seluruh tubuh (Lestari, 2002).
Darmono (1995) menyatakan bahwa ion logam secara alamiah terdapat dalam tubuh makhluk hidup hampir semuanya berikatan dengan protein yaitu metalloprotein dan metalloenzim. Metalloenzim merupakan bagian dari metalloprotein yang mempunyai ikatan yang sangat kuat dan stabil karena ion logam menjadi bagian dari struktur protein. Metalloprotein adalah ikatan sistem metal protein yang ikatan ion logamnya sangat labil sehingga laju pertukaran ion logam dengan kondisi lingkungannya sangat mudah dan juga memudahkan ion logam untuk bertukar dengan protein lain.
Hampir semua ion logam selalu berinteraksi dengan kompleks protein secara cepat. Hal ini disebabkan karena protein mempunyai banyak rantai ikatan asam amino dan gugus karboksil yang merupakan gugus penting dalam mengikat ion logam. Semakin panjang rantai peptida protein, maka kemampuan senyawa tersebut untuk mengikat ion logam yang sama akan bertambah dengan cepat (Darmono, 1995).






















BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


3.1. Kerangka Penelitian
            Penelitian untuk mengetahui kadar logam berat Hg, Cd, dan Pb pada daging Kerang Hijau yang berasal dari perairan Teluk Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan 3 (tiga) kali pengulangan dengan metode yang digunakan oleh Hutagalung et al. (1997). Penentuan kandungan residu logam berat dilakukan dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) Perkin Elmer AAnalyst800 (Perkin Elmer, 2000).

3.2. Materi
3.2.1. Materi penelitian
            Materi yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah daging Kerang Hijau (Perna viridis Linn.) yang diperoleh dari TPI Muara Kamal, Teluk Jakarta. Kerang Hijau yang digunakan mempunyai ukuran 7-9 cm dan dalam 1 kg Kerang terdapat ± 29 ekor Kerang Hijau.

3.3.2. Alat dan bahan penelitian
3.3.2.1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam analisis sampel logam berat disajikan dalam Tabel 1.



Tabel  1. Bahan yang digunakan dalan analisis sampel logam berat
No
Nama bahan
Kegunaan
1
Daging Kerang Hijau
Sebagai sampel
2
Asam nitrat/HNO3 (pekat) pa
Untuk destruksi sampel
3
Asam sulfat/H2SO4 (pekat) pa
Untuk destruksi sampel
4
Asam perklorat/HClO4 (pekat) pa
Untuk destruksi sampel
5
Larutan NaBH4 (Natrium Borohidrat)
Sebagai reduktor ion Hg
6
Larutan standar Hg, Cd dan Pb
Untuk pembuatan larutan standar
7
Deionized Water
Sebagai pelarut

3.3.2.2. Alat
Alat yang digunakan dalam analisis sampel logam berat disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 6. Alat yang digunakan dalam analisis sampel logam berat
No
Nama Alat
Kegunaan
1
AAS Perkin Elmer AAnalyst 800
Untuk mengukur kadar logam berat
2
Botol BOD
Untuk tempat destruksi sampel Hg
3
Teflon Bomb/Teflon beker
Untuk tempat destruksi sampel Cd dan Pb
4
Waterbath
Untuk memanaskan sampel
5
Desikator
Untuk mendinginkan sampel setelah proses pengeringan dari oven
6
Cawan porselen
Sebagai wadah sampel yang akan dikeringkan
7
Oven
Untuk mengeringkan sampel
8
Pisau stainless steel
Untuk membuka cangkang Kerang Hijau
9
Pipet hisap/tetes
Untuk mengambil bahan kimia
10
11
Freezer
Timbangan elektrik
Menyimpan sampel
Untuk menimbang sampel


3.4. Prosedur Penelitian

Adapun prosedur penelitian pengukuran kadar logam berat Hr, Cd dan Pb sebagai berikut :
1.    Daging kerang dipisahkan dari cangkangnya kemudian ditimbang @ 150 gram untuk setiap perlakuan yang dicobakan.
2.    Daging kerang untuk setiap perlakuan direndam dalam larutan karboksimetil kitosan dengan kombinasi konsentrasi 0%, 0,5%, 1%, 1,5% selama waktu 1, 2, 3 jam dan lakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Setiap perlakuan diberi kode.
3.    Daging kerang dicuci dengan air hingga bersih
4.    Dilakukan analisis kadar air dan preparasi sampel logam berat dengan menggunakan metode analisis biota oleh Hutagalung et al., (1997)    (Lampiran 1).
5.    Pengukuran kadar logam berat dengan menggunakan alat AAS Perkin Elmer AAnalyst 800. Parameter yang di amati kadar logam merkuri (Hg), kadmium (Cd), dan timbal (Pb).
Sampel  yang berupa daging Kerang Hijau sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan dianalisis dengan menggunakan alat AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry) untuk mengetahui besarnya kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb. Prinsip metode penentuan kadar logam berat dengan Spektrofotometrik Serapan Atom (AAS) didasarkan pada Hukum Lambert-Beer, yaitu banyaknya sinar yang diserap berbanding lurus dengan kadar zat (Hutagalung et al., 1997).
Oleh karena yang mengabsorbsi sinar adalah atom, maka ion/senyawa logam berat dalam contoh harus diubah dalam bentuk atom. Perubahan bentuk ion Cd dan Pb menjadi bentuk atom biasanya dilakukan pada suhu tinggi (20000C) melalui pembakaran (asetilen udara) atau dengan energi listrik (graphite furnaces /carbon rod atomizer). Khusus untuk air raksa (Hg), pengatoman dilakukan dengan menambahkan zat kimia yang bersifat reduktor, yaitu NaBH (Hutagalung et al, 1997).

3.5. Prosedur Analisis

K. Preparasi sampel Hg (Hutagalung et al., 1997).
1.    Ditimbang sebanyak 5 gr sampel basah, dimasukkan ke dalam botol BOD.
2.    Dipipet sebanyak 30 ml asam sulfat (H2SO4) pekat dan memasukkan dalam botol BOD, ditambahkan 10 ml asam nitrat (HNO3) pekat. Botol BOD kemudian di tutup dan didiamkan selama 24 jam.
3.    Setelah 24 jam, dipanaskan dalam waterbath selama 2 jam pada suhu 600C.
4.    Setelah 2 jam, botol BOD diangkat dan didinginkan pada larutan air es pada suhu 40C.
5.    Dipipet sebanyak 25 ml sampel lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan direfluks sampai nitrat hilang (asap kuning tidak lagi keluar dari sampel).
6.    Setelah nitrat hilang, sampel didinginkan. Setelah dingin, ditambahkan 2-3 tetes H2O2 (hidrogen peroksida) dan  30 ml deionized water.
7.    Dipindahkan sampel ke dalam botol, sampel sudah siap untuk diukur. Jika kadar Hg masih terlalu tinggi daripada standar yang telah dibuat, sampel diencerkan sesuai kebutuhan.
L. Preparasi Sampel Cd dan Pb (Hutagalung et al., 1997).
1.    Ditimbang sebanyak 2 gr sampel kering (sebelumnya sampel dioven selama 24 jam pada suhu 1050C dan didinginkan dalam desikator selama 2 jam), dimasukkan dalam teflon bomb/teflon beaker.
2.    Dipipet sebanyak 3,5 ml asam nitrat (HNO3) pekat, dimasukkan kedalam teflon bomb lalu ditambahkan sebanyak 1,5 ml asam perklorat (HClO4) pekat. Botol ditutup dan didiamkan selama 24 jam.
3.    Setelah 24 jam, botol dipanaskan dalam waterbath pada suhu 700C hingga larutan  menjadi jernih.
4.    Ditambahkan 3 ml deionized water. Dipanaskan kembali dalam waterbath pada suhu 700C hingga larutan hampir kering (± 2 jam).
5.    Didinginkan pada suhu ruang, setelah dingin ditambahkan 1 ml HNO3 pekat dan diaduk pelan-pelan.
6.    Ditambahkan 9 ml deionized water kemudian disaring.
7.    Sampel sudah siap untuk diukur. Jika kadar logam Cd dan Pb masih terlalu tinggi daripada standar yang telah dibuat, sampel diencerkan sesuai kebutuhan.
3.6. Pengumpulan Data
3.6.1. Data kandungan logam berat Hg, Cd, dan Pb
A. Data kandungan logam berat Hg (Hutagalung et al., 1997).
Data kandungan logam berat Hg diperoleh dari rumus :
Kadar Hg wb (ppb)     =
Kadar Hg db (ppb)      =   wb

Keterangan :   wb       = Berat basah sampel
                        db        = Berat kering sampel
                        a          = Kadar Hg hasil pengukuran dengan AAS
b          = Faktor pengenceran
c          = Berat sampel basah
B. Data kandungan logam berat Cd, dan Pb (Hutagalung et al., 1997).
Data kandungan logam berat Cd dan Pb diperoleh dari rumus :
Kadar Cd  (ppb)          =
Keterangan:    a          = Kadar Cd dan Pb hasil pengukuran dengan AAS
b          = Faktor pengenceran
c          = Berat sampel kering                  

C. Data tingkat penurunan logam berat Hg, Cd, dan Pb
Data tingkat penurunan logam berat Hg, Cd, dan Pb diperoleh dari rumus :
Tingkat penurunan logam berat = 100 -


DAFTAR PUSTAKA


Anonymous. 1998. Annual Book of ASTM Standar. Vol.06.03. United States. Hal. 313-315


Ansari, T. M., Marr, I. L., and Tariq, N. 2004. Heavy Metal in Marine Pollution Prespective-A Mini Review. Journal of Applied Science. Analytical and Environmental Chemistry Research Group. Department of Chemistry. Bahauddin Zakariya University. Multan. Pakistan. 20 hal. www.ansinet.org/fulltext/jas/jas411-20.pdf . Diakses tanggal 12 Juli 2005.

Bishop, T. D. 2003. Taxonomic Detail of Perna viridis. LTER Project Review. Georgia Coastal Ecosystems. US. http://www.gce-lter.marsci.uga.edu. Diakses tanggal 23 Februari 2006.

Clark, R.B. 1992. Marine Pollution.3rd Edition. Oxford University Press. New York. 172 hal.

Darmono. 1995. Logam dalam Biologi Makhluk Hidup. UI Press. Jakarta.        139 hal.

Dinata, A. 2005. Waspadai Pengaruh Toksisitas Logam Berat pada Ikan. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0804/12/ cakrawala/lainnya02.html  Diakses tanggal 12 Juli 2005.


Hartanti. 1998. Analisis Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg), Kadmium (Cd), Timbal (Pb), dan Tembaga (Cu) dalam Tubuh Kerang Konsumsi Serta Upaya Penurunannya. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Kelautan. IPB. Bogor. 68 hal.


Hu, Howard. 2002. Human Health and Heavy Metal Exposure. In : Life Support: The Environment and Human Health. Edited by Michael McCally. MIT Pres. 13 hal. http://www.chge.med.harvard.edu/education/mccally.pdf  Diakses tanggal 12 Juli 2005.

Hutagalung H.P. 1991. Pencemaran Laut oleh Logam Berat dalam Beberapa Perairan Indonesia. Puslitbang Oceanologi LIPI. Jakarta

Hutagalung H.P., Setiapermana, D dan Riyono, S.H. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota. Buku 2. Puslitbang Oceanologi LIPI. Jakarta. Hal 59-79.

Irwansyah, 1995. Efektifitas Khitin Sebagai Bahan Pengabsorbsi Residu Logam Berat Raksa (Hg) pada Kerang Hijau (Mytilus viridis). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Kelautan. IPB. Bogor. 65 hal

LeCoultre, T. D. 2001. A Meta-Analysis and Risk Assessment of Heavy Metal Uptake in Common Garden Vegetables. A Thesis. Faculty of the Department of Environmental Health. East Tennessee State University, US. 64 hal

Lestari, S. 2002. Penggunaan Na2CaEDTA dengan Konsentrasi dan Waktu yang Berbeda Sebagai Upaya Penurunan Kandungan Logam Berat (Hg dan Pb) pada Kerang Hijau (Mytilus viridis Linn.). Skripsi. Fakultas Pertanian Jurusan Perikanan. Universitas Padjajaran. Jatinangor. Hal 1-20.

Marganof, 2003. Potensi Limbah Udang Sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal, Kadmium, dan Tembaga) di Perairan. Makalah Pribadi. Pengantar ke Falsafah Sains Program Pasca sarjana S3 IPB. Bogor. 8 hal.

Martin A., Swarbrick J., Cammarata A. 1983. Farmasi Fisik: Dasar-dasar Kimia Fisik Dalam Ilmu Farmasetik vol. 2. Jakarta UI Press. Hal.1022-1036

Murtini, J. T., Januar H. I., Sugiyono. 2004. Upaya Pengurangan Logam Berat Hg, Cd, dan As dengan Menggunakan Larutan Kitosan. JPPI. Edisi Pasca Panen. Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta.10 (3). Hal 7-10.

Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka. Jakarta. 152 hal.

Porsepwandi, W. 1998. Pengaruh pH Larutan Perendaman Terhadap Penurunan kandungan Hg dan Mutu Kerang Hijau (Mytilus viridis Linn.). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Kelautan. IPB. Bogor. 42 hal.

Russell-Hunter, WD. 1997. Life of Invertebrates. Macmallin Publishing Co Inc. New York. US. 650 hal.

Suharto, 2001. Dampak Pencemaran Logam Timbal (Pb) Terhadap Kesehatan Masyarakat. Arsip Kesehatan Lingkungan. Pusat Data dan Informasi PERSI. Jakarta. 3 hal.http://www.pdpersi.co.id/pdpersi/news.html. Diakses tanggal 6 Januari 2006.

2 comments: